"Selamat Datang Di Blog Pro Ecclesia Et Patria"

Sabtu, 31 Maret 2012

SENI BERPERANG SUN TZU


Senjata paling ampuh dalam sebuah perang adalah Strategi, dan banyak jenderal ternyata mengandalkan strategi perangnya pada buku Seni Berperang karya Sun Tzu, yang ditulis kira-kira 2500 tahun yang lampau. Strategi Sun Tzu digunakan oleh Genghis Khan di abad ke 13 dalam menaklukkan wilayah kekuasaannya mulai dari Mongol, China, Siberia hingga mendekati Eropa.
Napoleon di masa muda membaca dan mempelajari buku itu dari para rahib Jesuit yang menterjemahkannya dari bahasa China di tahun 1782. Cara berpikir dan bertindak Mao Tse Tung juga sangat dipengaruhi strategi Sun Tzu, seperti terlihat dalam buku Merah Mao. Hitler juga mempelajari strategi Sun Tzu, dan menggunakannya saat merebut Polandia dalam operasi ‘Blitzkrieg’ yang berlangsung2 minggu. Di tahun 1991, dalam operasi Desert Storm dan Desert Shield di kawasan Teluk, setiap anggota Marinir Amerika memiliki dan mempelajari buku strategi perang Sun Tzu. Strategi itu terbukti tetap relevan walau telah melewati rentang waktu 25 abad… Dan inilah saya persembahkan Kitab Asli seni berperang Sun Tzu! Terjemahan asli dari bahasa Tiongkok

SENI BERPERANG oleh : Sun Tzu
1. Kalkulasi
2. Perencanaan
3. Strategi
4. Kekuatan pertahanan
5. Formasi
6. Kekuatan dan kelemahan
7. Manuver
8. Sembilan varuiasi
9. Mobilitas
10. Tanah lapang
11. Sembilan situasi klasik
12. Menyerang dengan api
13. Intelijen

I. Kalkulasi
“Perang adalah urusan vital bagi negara; jalan menuju kelangsungan hidup atau kehancuran. Oleh karena itu, mempelajari perang secara seksama adalah suatu keharusan;” Lima hal yang harus dipertimbangkan dalam mempelajari peperangan :
1. Alasan moral : keyakinan rakyat dan kepentingan negara untuk tujuan bersama.
2. Alam : cuaca, iklim, waktu.
3. Situasi : jarak, sifat alami, kondisi fisik.
4. Kepemimpimnan : kebijaksanaan, kepercayaan diri, keberanian, belas kasihan.
5. Disiplin : imbalan, ancaman, hukuman, logistik.

Tujuh aspek dan fakta kalkulasi : Untuk memulai perang setidaknya panglima harus memperhatikan beberapa fakta dilapangan seperti dibawah ini.
1. Siapa yang dapat mempersatukan rakyat dan angkatan bersenjata
2. Siapa yang memilki komandan yang lebih baik
3. Siapa yang mampu memanfaatkan iklim dan keadaan suatu daerah?
4. Siapa yang dapat memberi perintah dan disiplin yang lebih baik?
5. Pasukan mana yang lebih tangguh?
6. Anggota pasukan mana yang lebih terlatih?
7. Siapa yang memiliki sistem imbalan dan ancaman hukuman yang lebih adil?

Jika kita lebih mampu memenuhi semua faktor diatas melebihi musuh, maka kemungkinan menang kita diatas musuh, sangat wajar untuk memulai peperangan. Jika faktor diatas kertas saja tidak mampu meyakinkan panglima untuk menang bagaimana dia dapat meyakinkan rakyat dan prajuritnya bahwa mereka semua akan berperang dan menang!Jika tidak yakin menang untuk apa memulai perang!
Tipu muslihat :
perang dipenuhi oleh tipu muslihat dalam bentuk strategi, siapapun yang tidak mampu berstrategi dan tidak cakap dalam menggunakan tipu muslihat, tidak akan menang dalam perang apapun.
1. Yang mampu harus berpura-pura tidak mampu
2. Tampillah seolah-olah tak ada apa-apa padahal sedang mengaktifkan kekuatan.
3. Bila ingin menyerbu sasaran terdekat, seolah-olah sedang ingin menyerbu yang lebih jauh.
4. Bila ingin menyerbu daerah yang lebih jauh , seakan-akan ingin menyerbu daerah yang terdekat.

Eksploitasi :
Gunakan negaramu, ekonomimu, tentaramu dan segala daya upayamu untuk mengalahkan dan melemahkan musuhmu!
1. Pancing musuh dengan umpan yang kecil, lalu hancurkanlah setelah menyebarkan operselisihan diantara angkatan bersenjata.
2. Waspada musuh senantiasa siap siaga dan tanpa kelemahan.
3. Langkah mundur jika musuh kuat
4. Berpura-pura lemah sehingga musuh dikuasai rasa puas diri.
5. Sebar perselisihan jika kekuatan musuh bersatu padu.
6. Serang saat musuh tidak siap siaga.


Pertimbangan :
1. Kekuatan dan kelemahan pasukan diri dan musuh
2. Perencanaan yang cermat.

II. Perencanaan
Waktu adalah uang :
- Perbekalan
- Pengeluaran harian
Hindari pertempuaran yang berlarut :
- Moral jadi turun
- Biaya yang boros
- Tidak aman dan rentan kalah

Bertempurlah agar cepat menang Manfaatkalah sumber-sumber kekuatan musuh : Misal : bekal rampasan musuh
- Pancing amarah musuh
- Bangkitkan motivasi untuk membunuh
- Rangsang untuk merampas harta kekuatan musuh
Taktik jitu menentukan nasib sebuah bangsa :
- Perang cepat negara aman
-Perang berlarut larut, persediaan negara habis, ekonomi ambruk, motivasi tentara jatuh.

III. Strategi
Perbandingan jika pasukan kita berhadapan dengan musuh :
Jika pasukan kita 10 : 1 dari musuh= kepung dan serang
Jika pasukan kita 5 : 1 dari musuh= pecahkan dan bagilah musuh lalu serang
Jika pasukan kita 2 : 1 dari musuh= menyerang 2 arah
Jika pasukan kita 1 : 1 dari musuh= dahului perang
Musuh sedikit lebih besar bertahan.
Musuh lebih besar berkelit dari serangan.
Musuh jauh lebih besar, mundur.
Kepemimpinan:
1. Panglima bagaikan pilar negara
2. Cakap berperang menjadi negara kuat
3. Bukan pejuang yang baik negara menjadi lemah

Penguasa akan membahayakan angkatan bersenjata :
1. Memerintahkan maju / mundur saat waktu yang tidak tepat
2. Tak bisa memperlakukan kemiliteran tanpa tahu militer itu sendiri
3. Mengambil alih komando tanpa paham strategi militer.

Lima cara untuk menang :
1. Tahu saat perang dan tidak berperang
2. Tahu memanfaatkan kekuatan pasukan
3. Rebut simpati dan dukungan rakyat
4. Tunggu untuk antisipasi yang belum siap
5. Perwira cakap menjadi komandan yang tanpa campur tangan pemerintah.

Mengenal lawan dan diri sendiri :
1. Tahu kekuatan sendiri dan musush utuk mampu masuk dalam peperangan tanpa ancaman bahaya
2. Tahu kekuatan sendiri dan tak tahu kekuatan musuh memberikan kesempatan menang hanya separonya.
3. Tak tahu kekuatan sendiri dan musuh akan kalah.

IV. Kekuatan pertahanan
Alasan menyusun strategi :
1. Kita harus berjuang keras agar tidak kalah
2. Musuh yang harus terlebih dahulu membuat kesalahan besar baru kita mengalahkannya.
3. Kita tak bisa bilang kita tak akan kalah tapi kita tak bisa memastikan musuh akan membuat kesalahan sehingga kita meraih kemenangan, orang bisa tahu cara untuk menang tapi tidak bisa memastikan akan  memperoleh kemenangan.
4. Yang merasa tidak yakin menang akan bertahan
5. Yang merasa akan menang maka menyeranglah
6. Meraka yang cakap dalam bertahan seolah-olah tak tampak oleh musuh
7. Mereka yang calak dalam hal bertahan akan menang bila tiba saatnya untuk menyerang.

Menang tanpa air mata :
1. Ahli taktik akan tetap bertahan dalam keadaan aman.
2. Tak pernah lewatkan kesempatan hancurkan musuh.
3. Yang ingin menang harus terlebih dahulu menciptakan kemenangan.

Pahlawan yang benar-benar sejati tidak pernah membanggakan kecakapan atau keberanian mereka. Mereka menang karena memiliki rasa percaya diri serta kemampuan untuk tetap pada posisi yang aman Mengatur posisi :
1. Ahli tatik mempunyai sasaran-sasaran jelas dan disiplin yang ketat dalam pasukan.
2. Ahli taktik cakap :
a. Ukur jarak
b. Memperkirakan ongkos
c. Memepelajari kekuatan
d. Memperhitungkan kesempatan
e. Merencakan kemenangan.

V. Formasi
Penyergapan tiba-tiba, konfrontasi langsung :
1. Atur pasukan (organisasi) besar dan kecil
2. Komando (Komunikasi) pasukan besar dan kecil
3. Pasukan besar.

Hakikat kejutan :
1. Perang adalah konfrontasi lansung
2. Pasukan yang melakukan kejutan akan menang
Serangan tiba-tiba dan kofrontasi langsung ada dalam peperangan, kombinasi kedunya membuat suatu variasi perang. Kesiagaan Gerakan.

VI. Kekuatan dan kelemahan
Inisiatif :
1. Pasukan pertama mengambil posisi yang fleksibel
2. Pasukan akhir ikut perang walau dalam keadaan kelelahan
3. Perwira melakukan gertakan mental
4. Umpan untuk mencapai tujuan yang dimaksud
5. Gertakan ke musuh
6. Ganggu musuh
Mengacaukan musuh :
1. Buat kegaduhan (kacaukan perhatian)
2. Serang satu arah

Ibarat air :
1. Tinggi ke rendah, menghindari musuh yang kuat tapi serang yang lemah
2. Ikut bentuk yang dilalui . Rencana berubah sesuai perubahan kubu musuh.
3. Tidak dominan pada suatu perubahan, ubah strategi sesuai perubahan pihak musuh.

VII. Manuver
Dari keterbatasan ke keuntungan ;
1.   Strategi yang baik adalah lebih dahulu mencapai garis depan untuk menempati posisi yang menguntungkan lalu hancurkan musuh.
2.    Atur jalan pintas
3.   Hitung seksama keterbatasan menjadi keuntungan.
4.    Sekalipun dalam keadaan yang prima tetap dalam keadaan yang waspada.

Keuntungan dan kerugian dalam manuver dan mobilitas:
1. Amankan perbekalan
2. Pasukan yang lincah maju terus tanpa istirahat
3. Organisir pasukan
4. Negara netral tidak boleh masuk dalam persekutuan
5. Jangan berperang yang belum pernah kita tahu kondisinya
6. Manfaatkan orang asli wilayah sebagai pemandu arah

Angin, hutan, api, dan gunung :
1. Serang saat waktu yang tepat
2. Jadikan Manuver pasukan yang efektif
Angin – cepat bagai tiupan angin
Hutan – tenag sesunyi hutan
Api – ganas bagai amukan api
Gunung – tahankan diri bagai gunung
Kegelapan – sembunyi tak tembus
Kilat – serangan tiba-tiba

VIII. Sembilan variasi

1. Jangan sekali-kali mencari perlindungan disuatu wilayah yang tidak aman
2. Jangan mengabaikan basa-basi diplomasi dalam meminta simpati suatu negara.
3. Jangan menunda suatu perjalanan pada saat suatu gerakan justru sulit dilakukan.
4. Dalam situasi penuh bahaya , merencanakan untuk meloloskan diri secepat mungkin.
5. Saat situasi sulit, bertempurlah sampai titik darah penghabisan
6. Ada rute perjalanan yang harus dihindari dan dipintasi agar dapat mengubah keadaan yang serba terbatas untuk memberikan peluang yang besar.
7. Biarkan musuh meloloskan diri sebagian walau punya kemampuan mengejar, pikirkan serangan  berikutnya.
8. Untuk menghancurkan angkatan bersenjata, jangan terperdaya dengan kemudahan merebut kota.
9. jika perintah penguasa negara tidak mendukung kemajuan perang yang sedang berlangsung maka  abaikan saja.
Kelemahan umum seorang komandan :
1. Saat sembarangan mudah dibunuh
2. Saat takut mudah ditangkap
3. Saat marah mudah dihasut
4. Saat sensitif mudah merasa hina
5. Saat emosional mudah gelisah

Akhir cerita panglima :
1. Bertempur untuk mati biasanya mati
2. Takut mati biasanya tertangkap
3. Tidak sabar biasanya mudah marah dan terima ejekan
4. Merasa terhormat biasanya menerima segala hal yang merendahkan
5. Terlalu baik hati biasanya terus menghadapi masalah.

IX. Mobilitas
Penyebaran :
1. Ketika bergerak maju, jangan melalui punggung gunung / bukit tapi lewat lembah
2. Naik dataran yang lebih tinggi untuk tahu posisi yang paling menguntungkan menyerang dan bertahan.
3. Jika musuh di dataran yang lebih tinggi, jangan sekali-kali melayani/mendahului serangan.
4. Segera seberangi sungai, jadi musuh tidak ambil kesempatan – jangan serang musuh saat musuh di sungai – seranglah musuh saat baru menapakkan kaki di daratan ketika separo kekuatan ada di sungai.
5. Dataran lebih tinggi lebih baik daripada sungai.
6. Jangan menyerang musuh dihulu sungai.
7. Bial bertempur ditempat berawa, tetaplah bertahan dekat dengan tepi rawa yang berumput.
8. Lebih bagus lagi bila dibelakang pasukanmu terdapat pepohonan , ini strategi untuk bertempur
didaerah rawa.
9. Pertempuran di tanah datar, maka letakkanlah ditanah yang datar.

Strategi perang :
1.      Jika pasukan musuh tampil tenang dan mantap berarti yakin akan posisi strategis dan kekuatan yang dimilikinya
2.      Jika pasukan musuh menantang, mereka sangat cemas gerak maju lawan.
3.      Jika musuh pada posisi datar yang tidak menguntungkan berarti melakukan jebakan.

X. Tanah lapang/Medan
Tipe tanah lapang/medan pertempuran:
1. Mudah dilalui
2. Sulit dilalui
3. Netral : sama-sama sulit menyerang
4. Sempit
5. Berbahaya
6. Jangkaun jauh.

Bahaya yang dilakukan oleh pemimpin militer :
1. Sulit meloloskan diri.
2. Pembangkangan perintah dari bawahan
3. Guncangan
4. Kehancuran
5. Kekacauan
6. Gerakan mundur.

Panglima yang cakap merupakan aset yang paling berharga .
- Panglima wajib memerintahkan perang jika yakin pasukannya akan menang.
- Jika yakin akan kalah, jangan ikuti perintah penguasa untuk perang.

XI. Sembilan situasi klasik
1. Biasa-biasa – berada di wilayah sendiri.
2. Sederhana – wilayah musuh
3. Kritis – posisi yang sama-sama punya 2 pihak.
4. Terbuka – wilayah yang dapat dimiliki 2 pihak
5. Memegang komando – untuk merebut posisi strategis, komando semua daerah.
6. Serius – di dalam wilayah musuh
7. Berbahaya – wilayah yang tidak aman dan sukar
8. Sulit – wilayah yang merupakan jalur masuk dan keluar
9. Putus asa – terpojok

Keprajuritan yang cakap :
1. Paham hubungan internasional dalam hal diplomasi
2. Paham keadaan alam, gunung, rawa dan lainnya.
3. Paham dapat pemandu dari penduduk sekitar.

Ular dari gunung Chang :
1. Diserang kepala ekor melawan
2. Diserang ekor kepala melawan
3. Diserang tengahnya kepala dan ekor melawan.

XII. Menyerang dengan api
Lima serangan ganas :
1. Bakar pasukan musuh
2. Rebut atau hancurkan perbekalan mereka
3. Sarana transportasi diganggu
4. Gudang senjata dihancurkan
5. Jalur perbekalan di rusak.

Serang saat musim panas dan kering atau malam hari ketika angin berhembus kencang.
Bergerak dari kesempatan yang menguntungkan :
1. Menyerang jika yakin menang.
2. Penguasa tidak menyatakan perang karena rasa marah
3. Komandan menyatakan perang bukan karena rasa dengki
4. Berperang jika punya tujuan yang pasti

XIII. Intelijen
Jenis mata-mata :
1. Penduduk setempat lawan
2. Perwira militer dalam dewan istana
3. Mata-mata yang beralih haluan tetapi dapat dibeli
4. Mata-mata pembawa kematian – tawanan yang diinterogai
5. Mata-mata pembawa kepastian – membawa informasi dengan selamat
Upah yang besar bagi mata-mata Rahasia, Info dari mata-mata dianalisa, Bidang intelijen merupakan kegiatan yang paling penting dalam peperangan sebab tidaklah akan tersusun, suatu rencana perang yang efektif tanpa informasi dari musuh. Selesai
Coba anda baca pelajari dan telaah maka anda akan mendapat hikmahnya dalam pertempuran, olahraga, pertandingan, masalah pekerjaan, bisnis, politik maupun masalah keluarga. Sun tzu adalah cendekiawan yang juga panglima militer yang sangat luar biasa. semakin dibaca anda akan kagum bagaimana manusia dr 2500 tahun yang lalu nasihat militernya tidak lekang dimakan jaman. Kitab suntzu adalah salah satu buku dinas komando utama sebagian besar Angkatan bersenjata saat ini. bayangkan buku kuno yang masih dipakai sampai sekarang dalam praktek.

Transformasi Organisasi PMKRI


Transformasi Organisasi (TO) merupakan sebuah lompatan besar dalam upaya mencapai sebuah organisasi yang sesuai dengan tantangan tantangan yg ada di depan. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat harus dapat direspon oleh organisasi apabila organisasi tersebut tidak ingin tertinggal dan hanya mampu berada pada wilayah memori. Lompatan besar ini juga dapat dikarenakan terlalu “gemuk” nya organisasi baik dalam kuantitas dan kualitas anggota. “Kegemukan” ini bisa berada dalam wilayah struktur yang tidak responsive atas kebutuhan, manajemen organisasi yang tidak efektif menjawab tantangan ataupun kultur yang terlalu konservatif sehingga ditinggalkan oleh laju masyarakat yang sekarang ada.
Bagi PMKRI sendiri, nampaknya lompatan yang telah coba diwacanakan terbentur oleh berbagai hambatan dalam sisi aplikasinya. Sekalipun semua masyarakat PMKRI telah  menyetujui bahwa lompatan besar itu harus dilakukan, namun tidak semua anggota masyarakat mengetahui kemana kita akan melompat, bagaimana melakukan lompatan itu, dan   cara mengantisipasi berbagai kendala yang akan muncul dalam perjalanan untuk melakukan loncatan itu.
Bisa jadi apa yang termuat dalam tulisan ini akan sulit diwujudkan, entah karena keterbatasan sumber daya atau karena belum ditemukan rumusan operasionalnya. Bagi saya yang penting adalah bahwa setiap upaya mencari terobosan yang diarahkan untuk perjuangan kerakyatan tetap mendapat tempat dalam tubuh PMKRI. Pengalaman hidup mengajarkan bahwa apa yang kita perjuangkan tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan. Tapi tidak berarti bahwa karena itu orang tidak boleh memiliki sebuah ruang untuk tetap ‘pengharapan’.

MERUMUSKAN TANTANGAN ORGANISASI

            Bagian ini berisi analisa kekuatan yang ada di masyarakat dengan ciri-ciri atau kekhasannya, yang diperkirakan akan mempunyai pengaruh atau daya dorong paling besar terhadap proses perkembangan masyarakat kita di masa depan. Dari analisa tersebut lalu dapat dirumuskan tantangan apa yang akan dihadapi oleh organisasi di masa depan:
 1. Bukan sekedar globalisasi ekonomi, melainkan globalisasi kapital
Salah satu kata kunci untuk berbicara tentang masa depan adalah ‘globalisasi’. ‘Globalisasi’ menggambarkan bagaimana masyarakat di masa depan akan terbentuk menjadi suatu masyarakat yang akan saling berhubungan, dan ada dalam satu jaringan hampir dalam seluruh aspek kehidupan. Apa yang terjadi di salah satu ujung bumi akan diketahui dan membawa akibat pada ujung bumi yang lainnya. Bila ditengok, sebenarnya ‘globalisasi’ sudah cukup menjadi kenyataan sekarang ini. Globalisasi ini terjadi antara lain karena perkembangan teknologi, khususnya di bidang transportasi, komunikasi dan informatika, sehingga batas-batas geografis dan politik akan semakin direlatifkan.
Demikian pula di bidang perekonomian, yang akan terjadi adalah ‘globalisasi ekonomi’. Pasar meluas ke seluruh dunia sehingga seluruh dunia pada dasarnya bisa dikatakan sebagai satu pasar besar yang dikuasai oleh hukum perdagangan bebas. Jaringan produksi, jaringan pemasaran atau berbagai macam persekutuan ekonomi di masa depan akan melibatkan berbagai sektor masyarakat dan akan melampaui batas-batas negara. Bahkan pemerintah negara-negara akan berkecenderungan untuk menjadi salah satu pemeran aktif di dalam proses globalisasi ini.
Namun sebenarnya ungkapan ‘globalisasi ekonomi’ ini belum menggambarkan hal yang substansial atau apa yang sebenarnya, dan baru menggambarkan apa yang terjadi di permukaan. Di balik ‘globalisasi ekonomi’, yang terjadi sebenarnya adalah ‘globalisasi kapital’ yang terarah pada pemusatan modal atau kapital, karena dalam praktiknya globalisasi ini diarahkan dan dikendalikan oleh kekuatan modal besar yang mempunyai jangkauan berskala internasional. Dalam situasi seperti ini, kelompok-kelompok ekonomi lokal dengan kekuatan kecil dan jaringan terbatas akan cenderung mengalami kekalahan.
Kelompok-kelompok ekonomi kecil yang ingin menghindar dari kekalahan memilih untuk bergabung dengan kekuatan modal besar ini, tapi dengan demikian justru akan menjadi penyangga atau malahan memperkuat jaringan modal global. Dan memang inilah salah satu ciri-ciri pokok perekonomian di masa depan yang disebut dengan globalisasi kapital. Modal diperdagangkan di pasar-pasar modal di seluruh dunia, dan pasar-pasar modal yang merupakan satu jaringan inilah sebenarnya yang akan menjadi salah satu tempat yang paling menentukan wajah perekonomian dan nasib begitu banyak orang di muka bumi di masa depan.
2. Kapitalisme Global mengakibatkan Ketidakadilan sosial dan kerusakan alam
 'Ketidakadilan global' akan menjadi salah satu ciri-ciri utama masyarakat di masa depan, entah sifatnya tersembunyi atau nampak di permukaan. Sebagian warga masyarakat akan diuntungkan oleh proses ekonomi yang terjadi, meskipun dalam jumlah yang tidak banyak. Termasuk dalam golongan ini adalah para mahasiswa atau kalangan menegah yang akan tumbuh menjadi profesional-profesional muda. Mereka akan menempati pos-pos yang secara ekonomis menguntungkan, dan penuh dengan fasilitas dan jaminan.
Akan tetapi di bawah mereka terdapat sebagian besar massa kaum muda, yang hidup sebagai buruh, pegawai atau karyawan yang secara material, manajerial atau bahkan secara azasi menjadi landasan bagi keberhasilan dan kemakmuran para rekannya yang termasuk dalam golongan profesional muda. Sementara sebagian kecil angkatan kerja akan ‘mengglobal’, ‘go international’ dan sebagainya, sebagian besar akan tetap ada dalam posisi yang secara ekonomis tergantung pada entah kebijakan karitatif atau kemurahan hati kalangan profesional yang ada di atas mereka. Meskipun tidak ada maksud-maksud mengeksploitasi kalangan bawah, namun realitas yang terjadi tetap bersifat eksploitatif dan melembaga, bahkan bisa jadi dikukuhkan oleh sistem perundangan-undangan negara.
Dengan kata lain, kalau toh sebagai pribadi kalangan kaum muda profesional ini tidak serakah, tapi dalam sistem yang berkembang di masyarakat di masa depan mereka akan termasuk golongan yang diuntungkan. Apalagi kalau mereka dijangkiti oleh keserakahan, di satu sisi secara ekonomi mereka akan lebih terjamin dan memperoleh banyak keuntungan, tapi dengan risiko mengorbankan sebanyak-banyaknya warga masyarakat lainnya di luar kalangan mereka. Karena ketidakadilan ini bersifat struktural, maka upaya-upaya karitatif, entah yang dilakukan secara personal atau sebagai kebijakan menajerial, yang diusahakan oleh kalangan profesional yang tidak serakah, tidak akan cukup menjawab persoalan yang sudah bersifat struktural-global.
 Selain itu, globalisasi kapital ini akan disertai dengan pengembangan teknologi dan usaha-usaha eksploitasi alam secara besar-besaran. Khususnya berkenaan dengan upaya pengembangan teknologi akan terjadi pula perubahan yang menimbulkan dampak terhadap tatanan sosial dan moralitas masyarakat, namun usaha-usaha ini juga akan berakibat langsung pada kerusakan-kerusakan alam. Usaha-usaha untuk mencari solusi terhadap permasalahan ini bisa dibayangkan akan terjadi, baik dari segi teknologi industri, kimia bio-teknologi, dan lain-lain. Akan tetapi usaha-usaha ini akan selalu mengalami kekalahan dibandingkan dengan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi, karena semangat untuk mengeksploitasi akan lebih besar dibandingkan dengan kesadaran untuk memperbaiki.
 3. Agenda Kapitalisme Global didukung oleh kebijakan negara(-negara)
 Dalam praktik kerjanya di tingkat internasional, kapitalisme global ini dimungkinkan untuk berkembang karena didukung dan difasilitasi oleh perangkatnya yang paling menentukan, yakni proses-proses politik yang dikembangkan dalam hubungan antarnegara. Hal ini terjadi karena kekuatan modal besar akan memberikan apa yang dibutuhkan oleh negara-negara untuk memenuhi kepentingan penyelenggaraan negara, entah melalui mekanisme pinjaman, investasi maupun penyediaan kebutuhan-kebutuhan. Di sisi lain negara-negara sendiri memang juga berkeinginan untuk terlibat sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem kapitalis ini untuk operasi dirinya dan untuk ikut juga meraup keuntungan dari sistem perekonomian yang dikembangkan. ‘Perkawinan’ antara ‘negara’ dan ‘kapital’ ini akan cenderung lestari karena pertemuan kepentingan antara keduanya.
Dengan kata lain dapat diramalkan bahwa globalisasi ekonomi dalam kenyataannya tidak akan meniadakan atau menafikan peran negara-negara. Bahkan yang akan terjadi justru sebaliknya. Kapitalisme di masa depan membutuhkan tangan negara bukan lagi di tingkat suatu masyarakat bangsa tertentu, melainkan pada tingkat yang lebih tinggi. Di masa depan, kapitalisme global membutuhkan tangan negara-negara secara global, sebagai infantri untuk memberi jalan dan menjamin keamanan perkembangan kapital di antara bangsa-bangsa. Memang barangkali negara masa depan tidak akan mengurusi segala-galanya, karena peranan swasta di berbagai bidang juga akan menguat dan mengambil alih sektor yang semula ditangani oleh negara. Namun negara di masa depan juga akan menjadi negara yang lebih ‘sophiscated’ dan terspesialisasi, dan bersekutu satu dengan yang lain dalam suatu jaringan. Negara-negara canggih inilah yang akan menjadi alat operasi kapital global.
      Dapat dibayangkan pula bahwa negara di masa depan adalah negara yang nampaknya ‘kaya dan murah hati’, dengan menyediakan berbagai fasilitas atau kemudahan untuk dinikmati oleh masyarakat warga. Bisa dibayangkan bahwa sarana komunikasi, transportasi, hiburan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya akan mengalami peningkatan. Tetapi belum tentu dalam penyelenggaraan fasilitas-falsilitas itu sebenarnya negara memihak kepada masyarakat warga pada umumnya, karena kemurahan hati negara dalam bentuk fasilitas-fasilitas umum dan kebijakan kebijakan karitatif bisa jadi justru berfungsi untuk melancarkan agenda-agenda yang disusun oleh kekuatan-kekuatan kapital global.
Bahkan dapat terjadi bahwa kekayaan dan modal untuk fasilitasi itu diperoleh oleh negara dari pinjaman, hutang dan sebagainya dari negara-negara kaya yang mengabdi pada kepentingan kapitalisme global. Belum lagi hutang dibayar, proses ini bakal membawa konsekuensi negara yang disponsori semakin tidak menjadi ‘milik’ masyarakatnya, karena dalam iklim kompetisi global, negara akan semakin mudah mengamini agenda yang ditawarkan oleh kekuatan kapitalis yang mensponsorinya. Sementara itu keuntungan atau kekuatan untuk berkompetisi yang digalang oleh rakyat banyak tidak akan cukup sebanding dengan akses politik maupun ekonomi yang dimiliki oleh kekuatan ekonomi global.
Kendati dalam proses politik ada pemilu yang melibatkan rakyat banyak, tidak bisa dijamin bahwa kekuatan politik yang memperoleh kemenangan akan memperjuangkan sungguh-sungguh nasib rakyat banyak. Hal ini akan terjadi karena bukan pemilu dan kekuatan rakyat yang lebih menentukan keputusan-keputusan politik yang akan diambil, melainkan proses tawar menawar di antara para elit nasional dan para kapitalis. Karena itu pula meskipun secara formal-konstitusional negara menyatakan diri berdaulat, tetapi proses-proses konstitusionalnya sebenarnya dikendalikan bukan oleh masyarakat warganya melainkan oleh negara beserta para elit politiknya, di bawah kendali kekuatan modal-modal besar.
 4. Bukan Demokrasi melainkan Politisasi elit terhadap isu-isu kerakyatan
 Salah satu syarat utama globalisasi kapital adalah liberalisasi ekonomi dalam hubungan antar negara, yang menyentuh seluruh sektor, mulai dari investasi untuk produksi, jasa sampai dengan sistem perdagangan baik modal maupun barang. Karena itu kebijakan-kebijakan antarnegara akan diatur ke arah timbulnya kesepakatan untuk kekuatan modal membuka peluang investasi dan perdagangan seluas-luasnya, melampaui batas-batas negara. Kesepakatan ini menjadi bersifat mengikat karena akan diatur dan dilindungi oleh hukum nasional dan internasional.
Di tingkat nasional hal ini dimungkinkan karena negara, dalam hal ini elit-elit politik, dengan dukungan dan diikuti oleh kelompok-kelompok profesional dan organisasi-organisasi sosial, berkepentingan untuk menjadi partisipan dalam tata perekonomian global. Kecenderungan untuk sukses dan berkuasa akan diperkuat dan dilanggengkan bagaimanapun keadaannya. Mereka yang ada di sektor swasta ataupun negara akan mendapatkan banyak keuntungan dengan bekerja sama atau setuju dengan agenda kekuatan-kekuatan kapitalis, meskipun dengan risiko harus mengambil kebijakan-kebijakanatau pilihan organisasi yang sebenarnya bersifat menyengsarakan rakyat.
Untuk kepentingan agenda liberalisasi ekonomi, salah satu isu yang akan ditiupkan oleh kekuatan-kekuatan kapitalis adalah isu ‘demokratisasi bangsa-bangsa’. Berkenaan dengan hal ini, elit-elit politik dan kelompok-kelompok profesional dari berbagai kalangan di tingkat nasional akan mengambil langkah menyesuaikan diri. Meskipun hal ini membawa konsekuensi mereka harus merumuskan kembali agenda-agenda pribadi maupun nasionalnya, namun hal ini akan tetap dilakukan, karena toh sistem ‘demokrasi’ tetap memberi akses atau peluang pada mereka untuk memperoleh keuntungan atau bagian dalam kekuasaan.
 Pilihan seperti ini akan membuat semakin kuatnya tarik menarik kepentingan diantara para elit, organisasi-organisasi sosial dan kelompok-kelompok profesional nasional, untuk merebut kepemimpinan baik di sektor ekonomi, politik maupun publik pada umumnya. Untuk itu tawar menawar dengan jaringan kekuatan kapital global, baik yang ada di sektor swasta, organisasi-organisasi sosial maupun pemerintahan, akan terus dilakukan. Karena para elit, organisasi-organisasi sosial dan kalangan profesional tetap membutuhkan dukungan dari rakyat atau masyarakatnya, maka isu-isu karitatif, demokrasi dan kerakyatan akan menjadi pilihan, meskipun di balik itu sebenarnya ada motif untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan.
6. Keresahan sosial dan ketegangan-ketegangan horisontal
Situasi ini akan menjadi lebih parah ketika elit-elit politik dan kekuatan-kekuatan modal serta berbagai kelompok kepentingan tidak cukup memberi perhatian pada apa yang digelisahkan rakyat, dan justru memanfaatkan isu-isu kesejahteraan maupun isu-isu primordial sebagai alat untuk memperoleh simpati, memperkuat posisi dan melanggengkan kenyamanan. Hal ini menjadi mungkin karena secara kultural masyarakat masih dikuasai oleh mentalitas feodal, dengan kecenderungan untuk berpatron pada kelompok-kelompok elit dan memberikan dukungan karena alasan-alasan primordial.
Situasi ini membuat masyarakat berpola pikir individualis atau fragmentaris, dan cenderung ada dalam ketegangan, yang akan mudah berkembang menjadi keresahan bahkan kerusuhan sosial karena dipicu oleh faktor-faktor kesenjangan dan ketidakadilan sosial. Dalam kondisi sosial-ekonomi seperti ini dukungan-dukungan yang tidak masuk akal akan mudah diberikan oleh rakyat kepada para elit kekuasaan yang saling berebut kekuasaan karena alasan-alasan primordial atau alasan-alasan lain yang tidak rasional. Karena itu pula konflik-konflik kepentingan di tingkat elit akan dengan mudah berkembang menjadi konflik-konflik horisontal, dengan akibat makin lumpuhnya daya solidaritas masyarakat, yang dalam dalam kasus-kasus tertentu bisa memperkuat gerakan separatis atau bahkan penindasan kelompok atau golongan.
 Keadaan akan menjadi lebih parah apabila kekuatan-kekuatan modal global melihat hal ini sebagai peluang untuk makin mencengkeramkan pengaruh dan kekuasaan. Khususnya tekanan-tekanan yang lebih kuat akan diberikan kepada para pengelola negara untuk senantiasa menenteramkan rakyatnya, dengan konsekuensi negara semakin terbiasa untuk tunduk pada kepentingan-kepentingan modal. Di tengah keadaan di mana rakyat menjadi medan pertarungan berbagai kepentingan, mereka sendiri tidak punya cukup kekuatan untuk menjadi lebih kritis terhadap keadaan. Rakyat akan semakin mudah marah, putus asa dan tidak mampu memaknai keadaan. ‘Janji-janji’ kesejahteraan terus berdengung di ruang-ruang publik mereka melalui berbagai media massa, sementara dari hari ke hari yang didapati justru situasi yang melelahkan.
 7. Era ideologi-ideologi dan  menguatnya  radikalisme massa
      Bersamaan dengan menguatnya kapitalisme global yang didukung oleh agenda elit-elit politik serta kelompok kepentingan ini, akan menguat pula kecenderungan untuk menciptakan iklim perlawanan dari kelompok-kelompok kepentingan dengan basis ideologi antikapitalis di tingkat nasional. Sejarah perkembangan masyarakat menunjukkan bahwa dimana kapitalisme merajalela, disitu pula sosialisme/komunisme memperoleh 'pasar'nya yang utama. Apalagi indonesia dengan sekian potensi alam dan tenaga kerja pada dasarnya adalah salah satu lahan investasi dan pemasaran yang potensial bagi kapitalisme global di masa depan, sekaligus juga menyimpan potensi-potensi perlawanan karena faktor-faktor ketidakadilan.
Terutama di negara dengan masa depan kesenjangan seperti Indonesia, perlawanan dengan basis ideologi, mulai dari yang paling lunak sampai yang paling keras, akan akan lebih mudah mengembangkan dirinya. Hal ini menjadi amat mungkin karena basis perjuangan ideologi-ideologi mudah dibangun, khususnya di kalangan rakyat kebanyakan yang paling tidak diuntungkan. Dengan dukungan dana dan pemikiran dari jaringan antikapitalisme yang berskala internasional, gerakan perlawanan ini akan cukup mempunyai daya tahan, dan tidak terlalu ragu-ragu untuk memilih bentuk-bentuk perlawanan yang radikal karena justru akan mudah mendapatkan respon di kalangan rakyat kebanyakan.
Dalam situasi seperti ini, elit-elit politik pada umumnya juga akan lebih sering menjadikan ideologi atau aliran sebagai salah satu wacana untuk meraih kepentingan. Ruang-ruang publik akan makin sering diisi dengan jargon atau retorika politik sebagai alat untuk memperebutkan simpati rakyat. Menguatnya kembali era ideologi-ideologi ini, akan menyeret kembali rakyat pada kondisi termanipulasinya kesadaran. Dalam situasi seperti ini kaum muda yang ingin bersikap kritis terhadap keadaan maupun rakyat pada umumnya akan lebih mudah menerima penggunaan alat-alat kekerasan untuk maksud-maksud perjuangan. Hukum rimba kapitalisme akan dilawan dengan hukum rimba perlawanan.
 Merumuskan tantangan di masa depan
Kompetisi dan pertikaian ekonomi maupun politik banyak mewarnai masa depan, dengan kemungkinan eskalasi yang bisa di luar jangkauan atau perkiraan. Kecenderungan untuk terus mengembangkan kemakmuran dan kekuatan pada kelompok-kelompok tertentu akan membawa kemungkinan rusaknya sumber daya alam dan jatuhnya korban pada kelompok-kelompok lain.
Dalam situasi seperti ini, yang paling mungkin menjadi korban adalah massa rakyat kebanyakan, dengan nasib yang sepertinya tidak akan pernah berubah. Kerusakan alam dan korban-korban kemanusiaan akan terus berjatuhan melalui segala macam sebab, sehingga yang nampak di masa depan tidak lain adalah tragedi kemanusiaan.
      Dalam pandangan saya, kenyataan inilah yang akan terjadi di masa depan, dan menghadapkan organisasi-organisasi dengan pilihan-pilihan kemanusiaan – termasuk PMKRI, jika PMKRI memang memposisikan dirinya pada pilihan-pilihan kemanusiaan - pada tantangan besar dan mendasar, yakni tantangan terhadap visi, misi dan keberadaan dirinya!
Mau ke mana PMKRI di masa depan, menurut saya antara lain akan tergantung dari sejauh mana PMKRI saat ini membuka horison kesadaran dan mengulurnya ke masa depan. Berpikir bahwa tantangan ke depan itu kecil dan tidak mengandung persoalan hanya akan menjadi bukti bahwa PMKRI memang suatu organisasi kecil, yang barangkali tidak cukup memiliki bangunan kesadaran. Sekurang-kurangnya, apabila ‘kesadaran’ itu menyangkut sejarah jatuh bangunnya ‘kemanusiaan’.

MEMBEDAH KELEMAHAN

Bila PMKRI mau dan secara jujur berkaca pada keadaan dirinya, maka saya melihat ada beberapa kelemahan yang sangat mendasar yang perlu diakui dan dicari jalan pemecahaannya.  Tentu saja dalam berkaca, PMKRI tetap berpijak pada sebuah kesadaran dan keinginan untuk terus menjadi baik.
1.      Sentuhan empati
Dalam setiap pola – pola pembinaannya sebagai sebuah  wahana pembentukan kader, PMKRI perlu melihat bagaimana kecenderungan yang ada saat ini. Saya melihat pembinaan yang selama ini coba terus digagas dan diperbaiki belum mencapai sebuah tahapan sentuhan empati bagi masyarakat tertindas-bila memang PMKRI concern pada wilayah itu-malahan lebih cenderung mengeksploitasi ketertindasan itu dalam sebuah ruang – ruang diskusi ber AC yang jauh dari sentuhan PMKRI secara pribadi. Pendidikan yang selama ini dilakukan lebih cenderung berada pada wilayah – wilayah ketakutan untuk membuat sentuhan. Ketertindasan masyarakat masuk ke dalam sebuah kenyamanan berdiskusi dimana  jauh dari realitas yang dirasakan oleh mereka.
2.      Kesenjangan otak kader dan spiritnya
Wacana merupakan sesuatau hal yang sangat menarik. Ini  karena wacana berada pada wilayah – wilayah yang relatif aman. PMKRI selama ini mengisi kadernya pada wilayah – wilayah yang aman tersebut, sehingga tak heran apa yang muncul dalam setiap pergulatan keseharian hanya membenturkan diri dengan wacana. Wacana yang hebat tidak dapat diimbangi dengan sebuah spirit yang mampu menggerakkan basis material yang telah dimiliki kader PMKRI. Kekeringan itulah yang sedang melanda PMKRI selama ini sehingga menggilas PMKRI - kalau merasa tergilas - sendiri dengan percepatan yang ada di masyarakat. Oase spiritualitas PMKRI telah kering.
3.      Kemapanan ekonomi.
Bila kita perhatikan bersama, sebagian besar anggota PMKRi yang notabene seorang mahasiswa memiliki latar belakang ekonomi yang cukup mapan. Kemapanan ekonomi ini menjadi sebuah permasalahan ketika kita tidak mampu berkaca secara jujur dengan hati nurani terhadap kenyataan – kenyataan yang ada di bawah. Referensi awal yang dibawa oleh kader PMKRI sebenarnya bisa diubah menjadi sebuah semangat untuk membawa pada sebuah kesetaraan. Inilah yang menjadi masalah.
Itu mungkin sedikit bedahan atas kekurangan PMKRI selama ini yang bisa saya tangkap dalam pengineraan saya. Sekalipun bukan tidak mungkin penginderaan saya keliru.

MERUMUSKAN JAWABAN BERSAMA ATAS TANTANGAN YANG ADA                                                                                

Hal tersulit yang selama ini ada adalah setelah kita dapat membedah kelemahan kita yaitu mencari sebuah upaya bangkit dari kelemahan yang selama ini mengikat PMKRI. Tantangan sudah coba dijabarkan dan telah dipersandingkan dengan kelemahan – kelemahan yang ada selama ini. Saya sebagai sebuah  bagian kecil di PMKRI-atau bahkan bukan, mencoba  untuk  menawarkan sebuah pandangan subyektif saya untuk melaksanakan visi dan misi PMKRI yang sedemikian mulia.

1.      Bentuk dan Sifat Organisasi

Ada banyak tawaran untuk  menjawab tantangan dan membenahi berbagai kelemahan yang ada. Namun dari berbagai tawaran tersebut  saya mencoba memilih sebuah alternatif yang ada. Betuk organisasi merupakan hal pertama – meskipun bukan yang utama- yang menjadi bahasan pencarian.

Bila melihat sejarah dan keberadaan PMKRI kita sudah tidak dapat lagi menjawab tantangan yang ada  dengan bentuk organisasi yang birokratis. Kekenyalan oragnisasi menjadi sebuah hal yang patut menjadi point utama, karena itu simplikasi bentuk dan fokus organisasi perlu kita jawagb bersama. Selama ini ketidak fokusan di tingkat cabang diperparah  oleh struktur yang juga tidak menunjukkan ketajaman fokus bidang yang menjadi concernnya. Bisa dibayangkan betapa menumpuknya Presidium Gerakan Kemasyarakatan merespon berbagai perubahan masyarakat yang ada yang menyebabkan terombang – ambing oleh isu yang ada. Belum lagi Presidium pendidikan yang hanya berkutat pada bidang – bidang it saja tanpa pernah dapat mengukur keberhasilannnya dalam melakukan proses pendidikan.



STRUKTUR PMKRI
(PARADIGMA LAMA)
STRUKTUR PMKRI
 (PARADIGMA BARU)

1.      Struktur organisasi yang “gemuk”
2.      Hierarki dan birokrasi terlalu panjang, baik pada pengambilan keputusan maupun operasional.
3.      Konservatif dalam pola pemikiran.
4.      Cenderung feodalistik.
5.      Cenderung elitis dalam gerak dan aktivitasnya.
6.      Reaktif dalam mengambil sikap.
7.      Orientasi pendidikan lebih banyak pedagogik dan militeristik.
8.      Cenderung lebih banyak retorika daripada bertindak secara konkrit.


  1. Struktur flat dan cenderung ramping.
  2. Tidak mengenal hierarki dan birokrasi yang panjang untuk untuk memperlancar fungsi dan kinerja organisasi.
  3. Mengandalkan intelektualitas yang berkepribadian.
  4. Bersifat egalitarian.
  5. Menyeimbangkan antara elit dan grassroot dalam perjuangannya.
  6. Proaktif terhadap permasalahan.
  7. Orientasi pendidikan lebih banyak andragogik dan partisipatif.
  8. Berfungsi sebagai organisasi pemberdaya.



Melihat hal yang sedemikian maka kita perlu melakukan sebuah reorganisasi dalam tubuh PMKRI secara keseluruhan.  Dengan berpedoman pada visi dan misi PMKRI yang ada, maka sebenarnya dibutuhkan organisasi yang fokus terhadap sebuah bidang tertentu dengan tidak melupakan bidang yang lainnya. Peran cabang sebagai sebuah pusat – pusat yang terdiferensiasi menurut concern lokalitasnya akan ditunjang oleh pengurus pusat sebagai fasilitator yang akan mensuplai berbagai hal dalam mengembangkannya. Bentuk flat organization  akan memungkinkan PMKRI berkembang secara lebh optimal.




 
 

Jadi apabila di sebuah cabang hak asasi manusia (HAM) menjadi sebuah  isu strategis yang didasarkan pada kondisi masyarakat lokal, maka cabang tersebut akan menjadi sebuah pusat bagi pengembangan HAM bagi PMKRI secara nasional. Peranan pengurus pusat hanya sebatas menjadi fasilitator semata yang akan mendukung pada tahap – tahap pengembangannya. Cabang – cabang bisa saling berhubungan secara lebih fleksibel tanpa harus dirisaukan oleh birokrasi yang ada. Bisa saja ada beberapa cabang yang memiliki concern yang sama-tentu dengan aksi lokal yang berbeda-, misalnya pemberdayaan buruh,  maka itu akan menjadi sebuah jaringan nasional yang saling menguatkan. Untuk menentukan concern tentu dengan analisis yang mendalam tentang kondisi lokal yang ada.
Sifat dari organisasi ini bukanlah LSM namun tetap dalam sebuah kerangka pengkaderan. Hanya dalam pengkaderananpun perlu memiliki fokus yang jelas. Jadi PMKRI setelah mencoba mereorganisasikan dirinya tidak terjebak pada pola – pola LSM yang membutuhkan waktu yang lama untuk berkutat didalamnya. Pendidikan – pendidikan dasar tetap akan dipakai hanya saja pada tingkatan tertentu hal ini akan coba diarahkan pada wilayah concern masing – masing cabang.

2.      Management Organisasi

Manajemen digunakan sebagai kata kerja yang artinya mengatur (managing), yang pada dasarnya adalah proses menyetujui dan mencapai sasaran-sasaran organisasional. Sifat dasar manajemen adalah lebih pada mendayagunakan (enabling) daripada mengontrol. Dalam konteks perubahan, manajemen berarti mengantisipasi, menanggapi, dan mengambil inisiatif untuk memastikan agar perubahan dan proses-proses perubahan dapat berlangsung dengan cara yang mendukung kesepakatan dan keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran. Memastikan bahwa perubahan dalam organisasi haruslah bisa  memenuhi tuntutan-tuntutan perubahan di luar organisasi.
Proses dan gaya manajemen merupakan alat yang efektif dalam mengelola jalannya organisasi. Namun, perlu dipahami bahwa pengelolaan organisasi tidaklah semudah seperti pengelolaan pabrik, misalnya, yang dengan gampang kita dapat memencet tombol mana yang diperlukan agar mesin bekerja. Mengelola organisasi adalah mengelola manusia, mengelola pengetahuan yang ada di dalamnya, dan terus-menerus membangkitkan motivasi para anggotanya.  Untuk itu, manajemen organisasi yang diterapkan untuk mendukung kinerja organisasi harus selalu mempertimbangkan hal-hal di atas tadi.
Manajemen yang memperlakukan anggota sebagai manusia, bukan mesin, dengan meningkatkan keterlibatan anggota secara aktif akan mempertahankan apa yang kita sebut sebagai komitmen bersama. Komitmen bersama menjadi satu kunci penting keberhasilan sebuah organisasi. Manajemen yang membawa anggota dan pengurus dapat saling mengkomunikasikan kebutuhan dan problem yang dirasakan akan mencairkan segala bentuk kendala yang dihadapi dalam organisasi. Dan karena di dalam organisasi PMKRI kita mengelola manusia dan pengetahuan yang ada di dalamnya, maka yang perlu selalu dikedepankan adalah dihargainya sebuah proses yang dialami oleh masing-masing individu yang berada dalam PMKRI. Orientasi terhadap proses akan lebih efektif daripada kita hanya mengejar target atau hasil dengan cara yang ketat dan kaku sehingga cenderung menghilangkan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati dalam arti yang luas. Dengan demikian, dalam mengelola organisasi dengan praktek manajemennya diharapkan kita tidak akan pernah terlepas dari visi dan misi PMKRI.
3.      Kultur Organisasi
Kultur atau budaya terbentuk dari kebiasaan (habits) yang selalu dilakukan dan berlangsung secara terus-menerus yang terdiri atas pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan keinginan (desire). Knowledge is the theoretical paradigm,  the what to do and the why. Skill is the how to do. And desire is the motivation, the want to do. In order to make something a habitsin our lives, we have to have all three (Covey, 1990). Ketiga unsur kebiasaan tersebut yang pada akhirnya membentuk kultur atau budaya. Demikian pula di dalam organisasi PMKRI, ketiga hal tersebut akan menentukan kultur yang seperti apa yang telah dan akan terbentuk kemudian. Perebedaan budaya yang terjadi tergantung dari optimalisasi ketiga unsur kebiasaan tersebut dalam kehidupan organisasi sehari-hari yang berlangsung secara terus-menerus, baik secara individu maupun tim.
Dalam kaitannya dengan pembentukan kultur organisasi ini penting kita amemasukkan prinsip dependence, independence dan interdependence. Dependence is the paradigm of you – you take care of me, you come through for me; you didn’t come through; I blame you for  the result. Independence is the paradigm of I – I can do it; I am responsible, I am self-relient; I can choose. Interdependence is the paradigm of we – we can do it, we can cooperate, we can combine our talents and abilities and create something greater together (Covey, 1990). Pelaksanaan ketiga prinsip ini dalam konteks individu maupun tim akan membentuk kultur tertentu dalam organisasi. Kembali tergantung pada pengelolaan individu dan tim dalam organisasi yang bersangkutan. Tujuh kebiasaan paling efektif yang dianjurkan oleh Covey dapat digunakan sebagai referensi pembentukan kultur organisasi yang efektif.
Bila kita merefleksikan kultur organisasi PMKRI selama ini barangkali beberapa point kultur dalam tabel berikut ini akan memotivasi kita untuk mentransformasi kultur lama kita ke dalam kultur yang baru yang lebih baik yang akan memacu kinerja organisasi.
                                                                                                                                                      

KULTUR LAMA

(dengan kebiasaan yang tidak efektif )

KULTUR BARU

(dengan kebiasaan yang efektif )
  1. Reaktif

  1. Cenderung melakukan sesuatu hal secara mendadak, tanpa diperhitungkan secara matang terlebih dahulu.
  2. Melakukan sesuatu tanpa prioritas.

  1. Pola piker win/lose

  1. Minta orang lain untuk selalu mengerti dirinya tanpa melihat diri sendiri apakah sudah mengerti terhadap orang lain.
  2. Single fighter, atau terpecah-pecah dalam bekerja.
  3. Budaya belajar kurang.

1.Proaktif (be proactive)
2.Memulai dengan akhir dari pikiran (tentukan tujuan/goals-nya) (begin with the end in mind)
3.Dahulukan yang utama (put first things first)
4.Pola pikir menang/menang (think win/win)
5.Belajar mengerti orang lain baru dimengerti oleh orang lain (seek first to understand, then to be understood)
6.Sinergi (synergize)
7.Mengasah gergaji, terus belajar , learning organization(sharpen the saw)


BAGAIMANA KITA MELAKUKAN SEBUAH LONCATAN

           
            Pada bagian ini, kita memang memasuki sebuah pentahapan yang selama ini menjadi perdebatan yang cukup panjang. Bagian ini sangat sulit karena kita dituntut untuk melakukan sebuah imajinasi yang rasional disertai prediksi – prediksi keadaan yang harus dilalui. Setiap orang tentu akan mendapatkan dirinya satu sama lain pada posisi yang berbeda – beda dengan dilandasi oleh materi yang selama ini ada. Namun saya sendiri hanya sebatas mencoba untuk menawarkan  sebuah gagasan untuk membuat sebuah kemajuan yang pada akhirnya diharapkan dapat keluar dari stagnasi praksis transformasi organisasi.

1. Pencarian posisi organisasi
Bagian awal dari praksis dari proses transformasi yang ada harus dilakukan bukan berawal pada tingkatan Pengurus Pusat, namun justru berawal dari cabang – cabang. Analisa harus dimulai dengan membedah kekuatan dan kelemahan cabang – cabang.  Dari kelemahan dan kekuatan cabang tersebut kita harus mencoba melihat berbagai hal yang dapat menjadi sebuah ancaman maupun peluang bagi cabang yang sangat bersifat lokal. Ancaman dan peluang ini harus dianalisis dengan tetap melihat bagaimana kondisi ancaman dan peluang yang ada secara nasional. Setelah melalui tahapan ini kita akan menghasilkan gambaran lebih jelas dari kondisi yang ada di cabang.Pada titik mana cabang berada dan dapat melakukan apa saja.

2. Penetapan satu isu strategis
      Dalam pandangan saya, setelah kita menentukan bagaimana kondisi dan posisi cabang, maka selanjutnya kita harus dapat menentukan berbagai isu strategis yang dapat dilakukan. Dalam menentukan isu strategis ini dilakukan dengan melihat kondisi lokal daerah tempat dimana cabang itu berada. Tanpa melupakan   misi PMKRI, kita dapat menentukan pada wilayah mana cabang memusatkan perhatiannya. Untuk itu persyaratan yang harus dipenuhi adalah setiap cabang cukup menentukan satu saja isu stretegis yang sesuai dengan kondisi masyarakat lokal.
      Penetuan satu isu strategis ini dilakukan dengan mendaftar berbagai isu      yang mungkin diambil oleh cabang. Satu isu strategis akan menjadi satu – satunya isu yang akan menjadi fokus dengan tetap membuat respon atas wilayah – wilayah concern yang lain. Isu strategis ini akan diturunkan pada kebutuhan – kebutuhan berikutnya. Komitmen tegas untuk menentukan satu isu stretegis akan membuat cabang – cabang dapat menggali potensinya lebih dalam.
3. Penentuan waktu dan materi bagi evaluasi dan monitoring.
Perlu menjadi peringatan di sini adalah tentang diperlukannya alokasi waktu untuk membuat sebuah ukuran bagi sebuah evaluasi. Penentuan waktu evaluasi ini diperlukan bagi kelangsungan organisasi dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan yang menjadi turunan dari isu – isu strategis. Misalnya ketika memilih isu strategis tentang pemberdayaan anak jalanan, maka perlu ditentukan   waktu bagi pemenuhan kebutuhan seperti metode pengorganisiran anak, penyediaan rumah singgah, atau pola  - pola pembinaan yang memungkinkan, serta bagaimana jaringan bisa terbentuk.
      Di samping waktu, materi evaluasi juga perlu ditetapkan. Materi evaluasi ini sekaligus merupakan sebuah terget antara bagi setiap pentahapan. Materi pembentukan jaringan perlu dievaluasi dengan melihat target jaringan baik dari sisi jumlah maupun efektifitas serta impact yang ditimbulkan dari pembentukan jaringan.


Sumber : PP PMKRI