"Selamat Datang Di Blog Pro Ecclesia Et Patria"

Sabtu, 17 Mei 2014

I HAVE A DREAM



Pidato
Martin Luther King

Seratus tahun yang lalu, seorang Amerika yang hebat, yang di bawah bayangan simbolisnya kita berdiri menandatangani Proklamasi Emansipasi. Pernyataan bersejarah ini datang sebagai cahaya mercusuar harapan kepada jutaan budak orang Negro yang telah gosong oleh api ketidakadilan yang menghinakan. Pernyataan itu datang sebagai fajar sukacita yang mengakhiri malam panjang penawanan.
Namun seratus tahun kemudian, kita harus menghadapi fakta tragis bahwa orang-orang Negro masih belum merdeka. Seratus tahun kemudian, kehidupan orang-orang Negro masih saja dilumpuhkan oleh borgol pemisah-misahan serta rantai diskriminasi. Seratus tahun kemudian, orang-orang Negro tinggal di sebuah pulau kemiskinan yang sepi di tengah lautan kemakmuran materi yang luas.
Seratus tahun kemudian, orang-orang Negro masih saja merana di pojok-pojok komunitas Amerika dan mendapati dirinya sebagai seorang terasing di tanahnya sendiri. Jadi kita datang ke sini hari ini untuk menampilkan sebuah kondisi yang memilukan. Dalam artian kita telah datang ke ibu kota negara kita untuk menguangkan selembar cek. Ketika para arsitek republik kita merumuskan kata-kata dari Undang-Undang [Konstitusi] dan deklarasi Kemerdekaan, mereka mendadatangani sebuah surat yang berisi perjanjian yang padanya setiap orang Amerika menjadi pewaris.
Surat ini merupakan sebuah perjanjian bahwa semua orang akan dijamin hak-hak kehidupan, kebebasan, serta pencarian kebahagiaannya yang tak dapat disangkal. Hari ini nyata bahwa Amerika telah gagal berkenaan dengan surat perjanjian ini sejauh terkait dengan warna kulit warga negaranya. Ketimbang menghormati kewajiban suci ini, Amerika telah memberikan cek kosong yang telah dikembalikan bertuliskan “dana tidak cukup.”
Tetapi kita menolak untuk percaya bahwa bank keadilan telah bangkrut. Kita menolak untuk percaya bahwa tidak ada cukup dana dalam lubang besar peluang bangsa ini. Jadi kita datang untuk menguangkan cek ini––cek yang akan memberikan kepada kita berdasarkan tuntutan kekayaan kebebasan dan keamanan keadilan. Kita juga datang ke tempat suci ini untuk mengingatkan Amerika mengenai kemendesakan [urgensi] yang sengit dari kata sekarang.
Ini bukanlah waktunya untuk terlibat dalam kemewahan dari penenangan atau meminum obat penenang dari faham ingin bertahap [gradualism]. Sekarang adalah saatnya untuk bangkit dari lembah pemisah-misahan yang gelap dan terkurung menuju jalan terang keadilan rasial. Sekarang adalah saatnya untuk membuka pintu kesempatan kepada seluruh anak-anak Allah.
Sekarang adalah saatnya untuk mengangkat bangsa kita dari pasir apung [perangkap bahaya] ketidakadilan rasial menuju batu padat persaudaraan. Akan fatal bagi bangsa ini bila tidak melihat mendesaknya saat ini dan mengangap remeh kebulatan tekad orang-orang Negro. Musim panas memanggang dari ketidakpuasan yang wajar dari orang-orang Negro tidak akan berlalu sampai adanya musim gugur kebebasan dan kesetaraan yang menyegarkan.
Tahun sembilan belas enam tiga bukanlah akhir, melainkan awal. Mereka yang mengharapkan bahwa orang-orang Negro perlu menghembuskan uap dan sekarang akan puas akan merasakan permulaan yang kasar jika bangsa ini kembali kepada urusannya seperti biasa. Tidak akan ada kedamaian dan ketenangan di Amerika sampai orang-orang Negro dianugerahi hak-hak kewarganegaraannya. Badai pemberontakan akan terus mengguncang landasan bangsa kita sampai hari cerah keadilan tiba.
Tetapi ada satu yang harus saya katakana kepada orang-orang saya yang berdiri di ambang pintu hangat yang menuju ke istana keadilan. Dalam poses perolehan tempat kita yang sejajar kita tidak boleh merasa bersalah dari perbuatan keliru. Mari kita berusaha untuk tidak memuaskan dahaga kita akan kebebasan dari cangkir kegeraman dan kebencian.
Kita selamanya harus melancarkan perjuangan kita di atas pesawat kehormatan dan disiplin yang tinggi. Kita tidak boleh membiarkan protes kreatif kita untuk turun menuju kekerasan fisik. Sekali lagi dan lagi kita harus bangkit menuju ketinggian agung melawan kekatan fisik dengan kekuatan jiwa.
Militansi baru yang menakjubkan yang telah melanda masyarakat Negro tidak boleh membawa kita untuk tidak memercayai seluruh orang-orang kulit putih, karena banyak dari saudara-saudara kita orang kulit putih, sebagaimana dibuktikan oleh kehadiran mereka di sini pada hari ini, telah menyadari bahwa nasib mereka terkait dengan nasib kita serta kebebasan mereka terikat secara tak terpisahkan pada kebebasan kita.
Kita tidak dapat berjalan sendiri. Dan sewaktu kita berjalan, kita harus berikrar bahwa kita akan maju terus. Kita tidak boleh mundur. Ada mereka yang bertanya kepada para penganut hak-hak sipil, “Kapan Anda akan merasa puas?” Kita tidak akan pernah puas selama tubuh kita, yang diberatkan oleh keletihan dalam perjalanan, tidak mendapatkan kamar di motel-motel di jalan raya dan hotel-hotel di kota.
Kita tidak dapat dipuaskan sejauh mobilitas mendasar orang-orang Negro adalah dari kelompok pinggiran yang kecil ke kelompok pinggiran yang lebih besar. Kita tidak dapat dipuaskan sejauh orang negro di Mississippi tidak dapat memilih [memberikan suara dalam pemilu] dan orang Negro di New York merasa bahwa dia tidak pempunyai apa-apa untuk dipilih. Tidak, tidak, kita tidak puas, dan kita tidak akan puas sampai keadilan mengalir turun bagaikan air dan kesalehan bagaikan aliran air yang besar.
Saya bukan tidak peduli bahwa beberapa dari Anda telah datang ke sini dari cobaan dan penderitaan yang hebat. Beberapa dari Anda datang barusan dari sel-sel yang sempit. Beberapa dari Anda datang dari kawasan di mana tuntutan Anda akan kebebasan meninggalkan Anda dikalahkan oleh badai penganiayaan dan diceraiberaikan oleh angin kebrutalan polisi. Anda telah menjadi veteran dari penderitaan yang diciptakan. Teruslah bekerja dengan keyakinan bahwa penderitaan yang tidak diinginkan akan mendatangkan penebusan. Kembalilah ke Mississippi, kembalilah ke Alabama, kembalilah ke Georgia, kembalilah ke Louisiana, kembalilah ke daerah kumuh dan daerah pinggiran di kota-kota kita bagian utara, dengan mengetahui bahwa entah bagaimana siatuasi ini dapat dan akan berubah. Janganlah kita terbenam dalam lembah keputusasaan.
Saya berkata kepada Anda pada hari ini, sahabat-sahabat saya, bahwa di balik kesulitan dan frustrasi saat ini, saya masih memiliki impian. Itu adalah impian yang mengakar secara mendalam pada impian orang Amerika. Saya memiliki impian bahwa suatu hari bangsa ini akan bangkit dan menjalankan makna sebenarnya dari pernyataan ikrarnya: “Kami berpegang pada kebenaran ini untuk menjadi kenyataan sendiri: bahwa semua manusia diciptakan setara.”
Saya memiliki impian bahwa suatu hari di bukit-bukit merah Georgia, para putra mantan budak dan para putra mantan pemilik budak akan dapat duduk bersama di meja persaudaraan.
Saya memiliki impian bahwa suatu hari bahkan negara bagian Mississippi, negara bagian gurun pasir, yang dipanggang oleh panasnya ketidakadilan dan penindasan, akan berubah menjadi oase kebebasan dan keadilan.
Saya memiliki impian bahwa keempat anak saya akan hidup di negara di mana mereka tidak akan dihakimi menurut warna kulit mereka tetapi menurut isi dari watak mereka.
Saya memiliki impian hari ini. Saya memiliki impian bahwa negara bagian Alabama, yang bibir gubernurnya sekarang ini dibasahi oleh perkataan menyela dan peniadaan, akan berubah menjadi situasi di mana anak-anak kecil lelaki dan perempuan kulit hitam akan dapat bergandeng tangan dengan anak-anak kecil lelaki dan perempuan kulit putih dan berjalan bersama sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Saya meiliki impian hari ini. Saya memiliki impian bahwa setiap lembah akan ditinggikan, setiap bukit dan gunung akan direndahkan, tempat-tempat yang bergelombang akan diratakan, serta tempat-tempat yang berliku-liku akan diluruskan, dan kemuliaan Tuhan akan disingkapkan, dan seluruh daging akan melihatnya bersama.
Inilah harapan kita. Ini adalah keyakinan yang dengannya saya akan kembali ke Selatan, dengan keyakinan ini kita akan mampu meratakan gunung keputusasaan dengan batu pengharapan. Dengan keyakinan ini kita akan mampu mengubah dentingan sumbang bangsa kita menjadi simfoni persaudaraan.
Dengan keyakinan ini kita akan mampu bekerja bersama, berdoa bersama, berjuang bersama, masuk penjara bersama, berdiri bagi kebebasan bersama, dengan mengetahui bahwa kita akan dibebaskan pada suatu hari. Ini akan menjadi hari ketika semua anak-anak Allah akan mampu bernyanyi dengan makna baru, “Negeriku, untukmu, tanah kebebasan nan manis, untukmu aku bernyanyi. Tanah di mana ayahku mati, tanah kebanggan para pengembara, dari setiap lereng gunung, biarlah kebebasan berdering.”
Dan jika Amerika mau menjadi negara besar ini harus terjadi. Maka biarlah kebebasan berdering dari puncak bukit-bukit raksasa New Hampshire. Biarlah kebebasan berdering dari gunung-gunung besar New York.
Biarlah kebebasan berdering dari sungai besar Allegheny Pennsylvania!.
Biarlah kebebasan berdering dari bebatuan bertutup salju di Colorado!
Biarlah kebebasan berdering dari puncak-puncak melengkung di California! Tetapi bukan hanya itu;
biarlah kebebasan berdering dari Gunung Batu di Georgia!
Biarlah kebebasan berdering dari Gunung Penjaga di Tennessee!
Biarlah kebebasan berdering dari tiap bukit dan gundukan tanah di Mississippi.
Dari setiap lereng gunung, biarlah kebebasan berdering. Ketika kita membiarkan kebebasan berdering, ketika kita membiarkannya berdering dari setiap desa dan setiap dusun, dari setiap negara bagian dan setiap kota, kita akan mampu mempercepat hari itu ketika seluruh anak-anak Allah, orang kulit hitam dan orang kulit putih, orang Yahudi dan orang bukan Yahudi, Protestan dan Katolik, akan mampu bergandeng tangan dan menyanyikan kata-kata lagu rohani kuno orang Negro, “Akhirnya bebas! Akhirnya bebas! Terima kasih Allah Mahakuasa, kami akhirnya bebas!
Ukuran akhir seorang manusia bukanlah di tempat dia berdiri di saat-saat nyaman dan kemudahan, tetapi di mana dia berdiri pada masa-masa tantangan dan kontroversi. Teman sesama yang sejati akan mempertaruhkan posisinya, prestasinya dan bahkan hidupnya bagi kesejahteraan orang lain.
Di lembah bahaya dan jalan yang mengancam, dia akan mengangkat beberapa saudara yang terluka dan terpukul ke kehidupan yang lebih tinggi dan mulia.
Dr. Marthin Luther King, Jr,
“On BeingA Good Neighbor in Strength to Love, 1963