|
Pendahuluan
Globalisasi serta disintegrasi komunisme telah mengubah garis batas antara
kiri dan kanan. Tidak ada lagi ekstrim kiri seperti yang banyak diperbincangkan
dalam negara-negara industri. Pembedaan kiri/kanan terus berlanjut, tetapi
pertanyaan fundamental bagi demokrasi sosial adalah apakah pembagian itu
mencakup banyak area politis atau tidak? Apakah kita berada dalam periode
transisi sebelum kiri dan kanan membangun diri kembali dengan kekuatan penuh?
Pada era 1990-an di Venezuela terjadi kebangkitan gerakan anti-partai yang
terbentuk di sekeliling figur Hugo Chavez yang didedikasikan untuk perubahan
fundamental dalam masyarakat, sebuah pergerakan yang kebanyakan rakyat
Venezuela sebut sebagai Chavismo.
Di bawah kepemimpinan Hugo Chavez, pemerintahan Venezuela telah menjadi
lebih dari sekedar rezim sayap kiri. Caracas sekarang ini adalah pusat
revolusi, dengan musuh baik di luar maupun di dalam. Chavez muncul dengan
politik alternatifnya yang mengguncang barat, Khususnya Amerika Serikat. Propaganda-propaganda anti-Amerikanya bergaung di
penjuru Amerika Latin, dan bahkan timur tengah. Disini, Chavez secara frontal
memposisikan diri sebagai front sayap kiri Sosialisme melawan dominasi Amerika sebagai Kapitalisme.
Kemunculan Chavez sebagai tokoh populis telah menciptakan jalan yang lebar
bagi proses demokratisasi dan gerakan-gerakan sosial di bawah panji
sosialismenya dengan menawarkan transformasi menyeluruh dalam segala aspek
sosial masyarakat.
Pengertian Populisme
Populisme bisa didefinisikan dalam dua kriteria politik: kehadiran sebuah
model hubungan kharismatik antara konstituen dan politisi, dan diskursus
demokratis yang berlandaskan ide-ide dari kehendak sosial antara masyarakat dan
elit politik. Konsep hubungan kharismatik disini secara eksplisit mengacu pada
definisi Weber mengenai kharisma, yakni sebuah relasi yang baik dimana para
pemilih mendukung kandidat dengan harapan realisasi atas janji perubahan
radikal. Demonstrasi karakter kandidat itu kemudian menjadi semakin signifikan
dibanding janji-janji aktual yang mereka berikan. Hubungan kharismatik
merupakan produk dari periode penuh tekanan, yakni periode dimana institusi
yang ada gagal memberikan solusi terhadap problema terdalam masyarakat.
Populisme dalam konsep proses demokrasi berlandaskan ide-ide kehendak
sosial, merupakan sebuah sebuah bentuk mobilisasi politik yang didasari oleh
retorika yang kuat terhadap masyarakat yang diwakilkan oleh seorang pemimpin.
Eksploitasi dan pembedaan kelas merupakan warisan region Amerika Latin
yang berakar dari pengalaman masa kolonial. Disini para pemimpin populis
menghadapi sebuah tantangan: terpilih melalui jalur demokrasi elektoral berarti
harus mewakili kehendak mayoritas masyarakat.
Jika sang pemimpin maju dengan mewakili kehendak-kehendak sosial dan
oposisinya sudah tidak terlegitimasi lagi, maka segala cara (termasuk
kekerasan) bisa dengan sah digunakan melawan mereka. Konsekuensinya adalah;
seiring dengan terakomodasinya hak-hak kaum minoritas, maka pemimpin
kharismatik tersebut akan menggunakan klaimnya bahwa ia merupakan perwujudan
kehendak sosial untuk menjatuhkan rezim yang ada untuk menciptakan ‘check and
balance’ demi memastikan terwujudnya proses elektoral yang demokratis.
Pra-kemunculan Chavez, kondisi sosial ekonomi di Venezuela telah mencapai
titik kulminasi, di mana tiap orang dari strata sosial menengah ke bawah mulai
berbagi satu masalah yang sama; himpitan ekonomi yang menyesakkan. Saat itulah
Chavez muncul sebagai jawaban. Chavez-lah yang mampu mempersatukan orang-orang
tersebut dengan mengakomodasi tuntutan-tuntutan yang muncul terhadap rezim
Caldera. Di bawah figur Chavez, masyarakat bergerak untuk perubahan, dan
gerakan ini oleh kebanyakan rakyat Venezuela disebut sebagai Chavismo.
Sejarah Chavismo
Chavismo berawal dari pergerakan dalam tubuh militer Venezuela yang bernama
Movimiento Bolivariano Revolucionario 200 (MBR) atau Pergerakan Revolusioner
Bolivarian 200. MBR 200 pertama kali berdiri pada bulan
Desember 1983 oleh Hugo Chavez beserta beberapa orang tokoh militer yang
bertujuan untuk melakukan perubahan atas ketidaksetaraan dan korupsi yang
melanda Venezuela.
Anggota-anggota MBR 200 merupakan sebuah gerakan bawah tanah. Seiring dengan
bertambahnya jumlah mereka di tubuh militer, rencana-rencana revolusi
sipil-militer dibentuk. Usaha mereka semakin gigih setelah pasukan bersenjata
dipanggil untuk meredam peristiwa Caracazo, sebuah kekacauan besar pada
Februari 1989 yang dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia.
Pada awal 1992 peristiwa-peristiwa yang terjadi seolah memberikan klimaks bagi
pergerakan: mayoritas penduduk negeri merasa kecewa pada pemerintah, Chavez
menduduki posisi kuat di militer, dan tersebar desas-desus bahwa pergerakan
telah terdeteksi oleh intelejen militer.
Maka pada tanggal 4 Februari MBR 200 melancarkan kudeta terhadap rezim gagal
Carlos Andrez Perez, presiden yang menginisiasi reformasi ekonomi di tahun
1989. Meskipun konspirasi tersebut digagalkan oleh militer yang loyal terhadap
Perez, Chavez dan MBR-nya mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat.
Di dalam penjara selama dua tahun kedepan, para konspirator (khususnya Chavez)
memiliki kesempatan untuk melakukan reorganisasi dan membuat rencana baru
ketika mereka mendapatkan kunjungan rutin dari sejumlah penduduk Venezuela yang
melihat mereka sebagai pemimpin potensial pergerakan perubahan politik.
Proses reorganisasi politik tersebut semakin lancar setelah tahun 1994, ketika
presiden Rafael Caldera memberikan pengampunan bagi para konspirator dan
mendukung mereka untuk berpartisipasi secara damai melalui jalur
elektoral.
Chavez dan sekutu-sekutu terdekatnya lalu mempelajari problema-problema negara
dengan bepergian ke seluruh penjuru Venezuela, bertemu langsung dengan rakyat,
dan menyebarkan polling yang bertujuan untuk mengenali bangkitnya kesadaran hak
di masyarakat. Pada tahun 1997 telah terbentuk satu kelompok aktivis sipil dan
militer yang siap maju untuk kompetisi elektoral dalam proyek revolusi
demokratis ini. Pada tanggal 21 Oktober 1997 lebih dari 200 orang mengadakan
pertemuan di Caracas dan menandatangani piagam yang secara legal menandai
terbentuknya ‘Fifth Republic Movement’ (MVR), partai yang kemudian akan
berperan sebagai kendaraan politik resmi bagi Chavez dalam proses pemilu.
Chavez memenangkan pemilu 1998 dengan kemenangan telak, lebih dari 50% suara,
mengalahkan Luis Alfaro Ucero, kandidat kuat dari partai Accion Democratica,
serta dua calon independen lainnya: Irene Saez dan Henrique Salaz Romer.
Kepemimpinan Hugo Chavez didasari oleh sebuah model pengembangan demokrasi
baru yang di jalankan oleh aliansi yang terorganisir dengan baik antara
kelompok-kelompok solidaritas di masyarakat dan elit negara. Semenjak demokrasi
venezuela lahir di tahun 1958, sistem politik terus didominasi oleh ‘Accion
Democratica’ dan ‘Copei’ yang secara esensial merupakan dua partai poliarki
yang menjaga sirkulasi minyak di kalangan elit. Hugo Chavez mengisi ruang
tersebut dengan kritik-kritik radikal terhadap sistem lama dan pembentukan
konstitusi baru dengan target transformasi mendalam pada bidang ekonomi,
politik dan sosial masyarakat.
Chavismo dan Bangkitnya Gerakan Sosial
Chavez dan revolusi bolivariannya telah memberikan nafas baru pada
gerakan-gerakan sosial di Venezuela. Sepanjang masa kepemimpinan Carlos Andres
Perez yang pro-liberalisme, kehendak-kehendak sosial tidak mendapatkan
akomodasi sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan Perez untuk
memihak pada kaum borjuis ketimbang masyarakat kelas subordinat. Keberpihakan
ini memberikan tekanan pada masyarakat minor di Venezuela sehingga secara
otomatis kehendak dan aspirasi mereka tidak tertampung oleh pemerintah. Di
sinilah muncul tuntutan dari rakyat untuk dilakukannya transformasi sosial dan
ekonomi. Selain itu, korupsi yang merajalela di bawah kepemimpinan Carlos
Andres Perez berkembang menjadi penolakan terhadap politik tradisional serta
membukakan ruang bagi pergerakan politik alternatif.
Kemunculan Chavez sebagai tokoh populis merupakan jawaban yang
ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Venezuela. Chavez menjanjikan reformasi
politik dan ekonomi untuk memberikan bagian yang lebih banyak pada rakyat
miskin dari petrodollar Venezuela, memberikan harapan bagi rakyat yang
mengharapkan transformasi sosial dan ekonomi dengan sebuah jawaban: fase baru
sosialisme.
Transformasi tersebut diwujudkan Chavez melalui pembentukan dewan
konstitusi untuk menulis kembali konstitusi pada bulan Juli 1999, yang merombak
ulang kebijakan-kebijakan untuk berpihak kepada rakyat miskin. Pada tahun 1999
lebih dari 40% anggaran negara di alokasikan kepada program-program
kesejahteraan sosial yang terdiri dari penyediaan rumah murah bagi kaum miskin,
pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, dan subsidi untuk
penyediaan bahan makanan dengan harga terjangkau.
Program-program tersebut diwujudkan dengan pembentukan misi-misi perbaikan
sosial yaitu:
1.
Robinson: Misi penyediaan rumah layak,
2.
Ribas: Program edukasi dan pemberantasan buta huruf,
3.
Barrio Adentro: Program pelayanan kesehatan bagi kaum
marjinal, dan
4.
Mercal: Subsidi makanan murah dari pemerintah
Dari keempat program diatas, hanya Robinson yang dijalankan langsung oleh
pemerintah. Sedangkan Ribas, Barrio Adento, dan Mercal lebih banyak
direalisasikan melalui partisipasi masyarakat itu sendiri. Ketiga program
tersebut dilaksanakan di pusat-pusat komunitas dengan memberdayakan
tenaga-tenaga sukarela dalam pelayanannya.
Di belakang Chavez adalah masyarakat revolusioner yang berusaha untuk
melakukan transformasi sosial itu sendiri, dan untuk pertama kalinya,
masyarakat sipil Venezuela tertarik untuk berpartisipasi dalam politik, yakni
dengan dikembangkan konsep dewan komunal untuk mengalihkan kekuasaan dari
elit-elit negara di badan perwakilan pada masyarakat. Disinilah model demokrasi
parsitipatoris terbentuk. Masyarakat menolak model perwakilan dan lebih memilih
keikutsertaan dalam pengambilan keputusan untuk menghindari munculnya tendensi
bahwa jabatan elit negara dianggap sebagai keistimewaan (privilege) sehingga
keputusan-keputusan yang di ambil lebih mendahulukan kepentingan golongan
ketimbang komunal. Pembiayaan dewan komunal itu sendiri disokong oleh dana dari
bank komunal dan sedikitnya mewakili 200-400 keluarga di area-area urban.
Chavez beruntung, karena ia muncul pada tempat dan waktu yang tepat.
Penolakan masyarakat terhadap model yang ada ia manfaatkan untuk membangkitkan
kesadaran kelas. Hasilnya adalah sebuah negara yang berjalan berdasarkan
partisipasi politis masyarakat yang mengesankan dalam pembuatan
kebijakan-kebijakan komunal di tingkat distrik.
Pada tahun 2002, oligarki yang di dukung oleh pemerintah AS berusaha untuk
menggulingkan Chavez dan mengambil alih kontrol atas negara. Hal ini di latar
belakangi oleh usaha Chavez untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta
dan membagikan kekayaan pada rakyat miskin. Dalam kudeta ini Chavez berhasil
digulingkan dari kekuasaan.
Peristiwa ini memicu bentrokan berdarah antara pendukung kaum borjuis dan
rakyat miskin dalam demonstrasi pada pertengahan 2002 yang berlanjut menjadi
bentrok antara militer dan sipil. Namun kudeta militer sayap kanan untuk
pertama kalinya sepanjang sejarah di kalahkan oleh rakyat yang menginginkan
presiden mereka kembali. Dua hari kemudian, Chavez kembali menduduki jabatan
presiden.
Seusai kegagalan pada kudeta tersebut, oposisi merubah strateginya dengan
melakukan sabotase terhadap ekonomi venezuela dengan tujuan menjatuhkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap Chavez. Pada bulan Desember 2002 para pengusaha
menutup pabrik mereka yang tersebar di seluruh Venezuela selama hampir dua
bulan. Di perusahaan minyak PDVSA, produksi turun dari tiga ratus juta barrel
per hari menjadi dua puluh lima ribu barrel. Hal ini menyebabkan kelangkaan
dalam berbagai aspek baik makanan, transportasi, gas, dll.
Perusahaan-perusahaan swasta di bekukan, dan masyarakat kembali kehilangan
pekerjaan.
Namun seperti yang terjadi di Argentina, muncul model ekonomi baru:
pengambil alihan. Dengan ditutupnya ratusan pabrik, para buruh mulai
menjalankan pekerjaan mereka secara mandiri (tanpa atasan). Di negara maju,
pabrik yang ditutup hanya merupakan konsekuensi dari sebuah model ekonomi, dan
tidak ada kelanjutannya. Namun di Venezuela hal ini malah merupakan sebuah
permulaan. Bagi kapitalisme yang menekankan spesialisasi, hal ini tidak di
anggap tidak mungkin. Namun peristiwa pengambil alihan ini telah mematahkan
prinsip dasar tersebut. Dan sekali lagi gerakan masyarakat menyelamatkan proses
revolusi.
Prediksi
Hugo Chavez dan gerakan-gerakan sosial di Venezuela sesungguhnya merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Tanpa Chavez, tidak akan
terwujud gerakan sosial. Sedangkan posisi Chavez sendiri tidak akan kuat tanpa
gerakan-gerakan progresif yang berdiri di belakangnya.
Chavez sendiri merupakan inti dari proyek Bolivarian. Chavez adalah
pemimpin revolusi dengan kharisma yang begitu besar di mata para pendukungnya.
Namun di sinilah terlihat kelemahan dari proyek revolusi bolivarian. Kemudian
sedikitnya terdapat dua prediksi mengenai kelanjutan dari gerakan-gerakan
sosial di Venezuela yang dapat saya ajukan sebagai berikut:
Pertama, Chavez sebagai ikon tentunya memegang peranan penting dalam
eksekusi gerakan-gerakan sosial yang terjadi. Seandainya Chavez jatuh sebelum
terbentuknya dasar yang kuat di masyarakat, maka proses revolusi hanya akan
berhenti pada proses inisiasi diri masyarakat, kemudian berhenti begitu saja.
Titik. Kemudian struktur dan sistem yang pernah berubah akan kembali di kuasai
oleh neo-liberalisme. Hal ini hampir bisa dipastikan karena kejatuhan Chavez
akan mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat yang mendewakan Chavez
sebagai pemimpin revolusi sehingga mendorong mereka untuk melakukan
transformasi sosial dan menekan liberalisme. Selain itu, gerakan-gerakan sosial
akan sulit memperoleh kemenangan jika berjuang di tingkat nasional tanpa adanya
tokoh kuat sebagai pemimpin.
Kedua, jika di dalam struktur masyarakat Venezuela telah terbentuk basis
yang kuat, maka tanpa Chavez sekalipun gerakan-gerakan sosial akan tetap
bertahan. Namun kemungkinan ini hanya akan terwujud jika proses revolusi telah
berlanjut ke tahap yang jauh lebih tinggi sehingga membawa masyarakat ke
tingkat pengenalan yang lebih matang dengan landasan kuat.
Kesimpulan
Hugo Chavez sebagai tokoh populis dalam proses revolusi Venezuela merupakan
faktor utama yang memberikan dasar bagi munculnya gerakan-gerakan sosial.
Dengan gaya retorika politiknya yang khas, Chavez dengan sukses memobilisasi
massa dan memenangkan pemilu 1998 dengan kemenangan mutlak, yakni lebih dari 50% suara.
Revolusi bolivariannya berpusat pada pembebasan masyarakat dari hegemoni
neo-liberalisme yang sesungguhnya dijalankan oleh rakyat sendiri. Didasari oleh
hubungan kharismatik yang kuat dengan para pendukungnya, kesetaraan yang
diusung Chaves merupakan sebuah proses demokrasi yang berangkat dari ide-ide
kehendak sosial.
Bagaimanapun, satu hal terpenting yang perlu dijaga di Venezuela adalah
semacam solidaritas intern yang diperjuangkan. Terlebih lagi, kaum progresif
perlu menyadari bahwa terdapat banyak revolusi politik, sosial dan ekonomi yang
terancam di Venezuela. Dan semua tergantung pada masyarakat untuk
berpartisipasi, mengkritisi, dan mendukung revolusi-revolusi tersebut demi
memastikan bahwa perjuangan itu tidak akan hilang dibawah pengaruh hegemoni
paham neo-liberal.
Referensi
Kirk Hawkins, Populism in Venezuela: The Rise of
Chavismo. Third World Quarterly, Vol. 24, No. 6: 2003
Jonah Gindin, Beyond Populism: Venezuela and
Iternational Left, Artikel www.greenleft.com, 2004.
Mathew R. Cleary, Explaining The Left’s Resurgence,
Journal of Democracy, edisi 17, Oktober 2006.
Dieterich Ruchemeyer, Evelyne Huber Stephen, and John
D. Stephen, Capitalist Development and Democracy, University of Chicago
Press: Chicago.
Soyomukti, Nurani. Hugo Chavez VS Amerika Serikat,
Yogyakarta: Garasi, 2008
Film No
Volveran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar