A. Pendahuluan
Desa
empirang ujung merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan balai
batang tarang, kabupaten sanggau dengan jarak tempuh dari pusat kecamatan 6
kilometer. Desa empirang ujung terdiri
dari lima dusun yaitu dusun empirang, engkio, kumpang, kantut dan keladan.
Dengan luas wilayah ± 105 km dan jumlah
penduduk 2.856 jiwa yang tersebar di empat dusun dan 7 RT. Penduduk yang
mendiami desa empirang ujung mayoritas
suku dayak yang merupakan suku aslinya. Sedangkan suku-suku lainya merupakan
akibat dari perkawinan campuran dengan penduduk setempat, dan agama yang dianut
oleh penduduk didesa empirang ujung adalah agama katolik, Kristen protestan dan
.masih percaya pada kepercayaan nenek moyang yaitu kharingan.
Wilayah
desa empirang ujung yang terbagi lima dusun tersebut memiliki batas-batas
wilayah administratif desa sebagai berikut:
a. Timur
: Desa Senyabang dan Desa
Temiang Taba
b. Barat
: Desa Padi Kaye
c. Selatan
: Desa Kebadu
d. Utara
: Desa Angan Tembawang
(Kab. Landak) Dan Kec. Tayan
Hulu.
Adapun kondisi alam
desa empirang ujung memiliki tanah yang subur dan berbukit-bukit serta hamparan
sawah yang luas di sebelah timur dan selatan. Tidaklah heran jika desa empirang
ujung memiliki sumber daya alam yang melimpah mampu menopang kehidupan
masyarakat desa setempat seperti karet, padi, ubi kayu, durian, sawit, ikan dan
bahan mineral. Namun kekayaan alam tersebut belum dikelola dengan maksimal.
Hanya beberapa komonditi yang menjadi unggulan seperti padi, karet dan durian,
desa empirang ujung terkenal sebagai lumbung padi dikecamatan batang
tarang kabupaten sanggau. Namun
komonditas padi yang dikembangkan masih padi local, sehingga aktivitas bertani
masyarakat setempat bersifat musiman setahun sekali.
B. Sejarah
Singkat Kampung Empirang Ujung
Pada
dahulu sebelum masyarakat tinggal di suatu daerah pinggiran tiga anak sungai
yaitu sungai pesa, ompo dan empirang. Mereka adalah sub suku dayak mali
merupakan bagian dari dayak bidayuh dengan tampun juah sebagai tempat leluhur
pertama orang dayak bidayuh sebelum menyebar di berbagai daerah salah satunya
dayak mali. Awalnya mereka tinggal di tembawang Mpasak di daerah benawan karena
saat itu terjadi pengayauan(Perang mencari kepala musuh) antar suku dan merasa
tidak aman menetap disana akhirnya
mereka pindah menyusuri sungai di daerah Mansa (sekarang menjadi tembawang
mansa).
Setelah
menetap cukup lama di mansa akhirnya mereka pindah lagi kearah hulu sungai Ompo
yang dipimpin oleh kepala suku mereka bernama Macan Ligoh dan menetap tepat di
persimpangan dua sungai yaitu sungai Ompo dan Pesa disitulah masyarakat
setempat memulai hidup baru dan menatap masa depan sambil menyusun kekuatan
untuk melawan Dayak Peruan dan akhirnya
mereka berhasil melawan dayak peruan dengan terbunuhnya panglima dayak peruan
dan kepala kayaunya masih tersimpan sampai sekarang oleh keturunan Panglima
Macan Liggoh.
Dengan
seiring berjalan waktu mereka tinggal di
persimpangan sungai Ompo dan Pesak terjadilah wabah penyakit melanda kampong mereka
sehingga banyak warga yang meninggal dunia dalam waktu tersebut yang biasa
masyarakat setempat biasa sebut peristiwa tersebut bagaikan “daun berguguran”
dan memaksa mereka pindah lagi ke hulu simpang sungai dan menetap di
tengah-tengah antara sungai Ompo, Pesak dan Empirang sampai sekarang.
Adapun
pemberian nama kampong tersebut di namakan Kampung Empirang Ujung karena
terletak disungai kecil Empirang yang membelah kampong tersebut, sedangkan kata
ujung dikarenakan kampong tersebut terletak di ujung kampung Empirang pokok desa kebadu.
C. Sistem
Kepercayaan
Masyarakat
di empirang ujung mayoritas memeluk agama katolik dan Kristen protestan,
disamping itu juga masyarakat masih percaya pada kepercayaan asli nenek
moyangnya yang mengakui adanya Tuhan yang disebut “Jubata” dan memuja roh-roh
nenek moyang yang mereka yakini bersemayam di suatu tempat tertentu seperti
pohon-pohon besar disebut “Pedagi” dan di batu-batu besar. Dan sampai saat ini
terus dijaga dan dilestarikan kepercayaan tersebut dengan adanya tempat-tempat
keramat seperti Pohon Merapa, Manun’k dan Pedagi.
Sehingga
mereka harus mengutamakan keseimbangan kosmos dalam kehidupan mereka
sehari-hari menjaga keseimbangan dan
keharmonisan multi hubungan yaitu menjaga hubungan dengan Tuhan, alam, nenek moyang
dan sesame manusia. Oleh sebab itu masyarakat empirang ujung sebagai salah satu
suku dayak tidak boleh merusak dan serakah pada alam, mereka harus tunduk pada
kekuasaan dan kekuatan alam. Adapun bentuk ketaatanya mereka harus mengelola
alam secara selektif, bijak dan bertanggung jawab.
Pada
masyarakat empirang ujung beberapa upacara besar yang dianggap religius
diantaranya; gawai padi “Mpara Pade” (sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan
“Jubata” atas hasil panen padi yang diperoleh), Notong’k (upacara menghapus
dosa pengayau dan member makan kepala manusia hasil kayau/ kepala kayau,
upacara Ganjur (upacara bayar niat/bernazar misalnya sembuh dari sakit atau
mendapatkan suatu rejeki), Becalek (upacara untuk membuang sial) dan Bedukun
(upacara menyembuhkan penyakit yang di derita oleh seseorang).
D. Mata
Pencarian
Mata
pencarian atau sember penghidupan yang paling utama masyarakat desa empirang
ujung yaitu bertani, berkebun sayur-mayur, sawit (masih terbatas), karet,
beternak, dan memelihara ikan dikolam-kolam. Mayoritas masyarakat setempat
bertani dan menorah karet. Adapun system bertani mereka masih secara
tradisional dengan cara tebang tebas lalu dibakar dan ditanam padi dan
sayur-sayuran untuk mecukupi kehidupan sehari-hari.
Ada
beberapa sector yang belum maksimal dikembangkan dan sangat potensial apalagi
jika ditinjau dari letak strategis kampung tersebut dikelilingi oleh tiga
sungai dan masing-masing memiliki bendungan yang cukup besar namun belum
dikelola maksimal sehingga belum berdampak bagi kesejahteraan masyarakat dengan
bertambahnya pendapatan keluarga. Adapun sector yang baru saat ini mulai
dikembangkan oleh masyarakat setempat yaitu berternak sapi dan kambing serta
memelihara ikan dikolam-kolam milik masing-masing.
E. Sistem
Pengetahuan
Pada
umumnya suku dayak zaman dahulu tidak mengenal tulisan, oleh sebab itu tradisi
lisan yang mereka wariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dari
nenek moyang. Salah satu ciri tradisi lisan yang sering dijumpai adalah
penyampaian informasi dan komunikasi secara lisan dari mulut ke mulut, demikian
juga halnya sistim perwarisan adat istiadat, tata karma nilai, dan norma yang
mengatur kehidupan diwarisi secara lisan.
Adapun
syarat utama bagi masyarakat yang memiliki tradisi lisan, mereka harus memiliki
daya ingat yang baik. Misalnya melatih,
mengajari dan membina seseorang menjadi dukun adalah dengan cara menghapal
kata-kata kalimat mantra-mantra yang
diucapkan gurunya. Demikian juga sistim nilai dan norma dan adat istiadat
mereka wariskan secara lisan, tanda-tanda alam juga mereka wariskan dan
pelajari secara lisan misalnya tanda sial dan tanda keberuntungan semuanya
mereka dapat pelajari melalui suara dan karakteristik binatang dan tumbuhan,
posisi bulan dan bintan dilangit, keadaan tanah, warna daun dan mimpi.
Tidak
hanya pengetahuan itu saja yang mampu mereka kuasai namun masyarakat setempat
juga dapat membedakan tumbuh-tumbuhan
dan akar-akaran serta buah-buahan yang dapat dijadikan dan digunakan untuk
bumbu, obat tradisional dan senjata serta tumbuhan yang tidak dapat di konsumsi dan mengandung
racun.
Pengetahuan tradisi lisan tersebut masih diwariskan dan
dipertahankan oleh masyarakat empirang
ujung hinga saat ini terutama dalam hal aktivitas berladang dan bersawah banyak
hal-hal yang harus diperhatikan sebelum membuat ladang, membangun rumah, acara
syukuran dan hari pernikahan dengan mencari waktu yang tepat agar mendapatkan
keberuntungan dengan memperhatikan tanda-tanda alam sekitar.
Saat
ini pada umumnya masyarakat di desa empirang ujung telah mendapatkan pendidikan
baik formal dan nonformal hal ini ditandai cukup banyak yang telah selsai sarjana, namun bukan berarti tidak ada angka
putus sekolah saat ini tingkat putus sekolah mulai dari tingkat SD, SMP dan
tidak melanjutkan SMA cukup besar. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama oleh
semua komponen masyarakat terutama pemerintah kabupaten sanggau, dan khususnya
pemerintah desa dan masyarakat empirang ujung sendiri. Kiranya perlu membangun
kesadaran pada orang tua, pemuda dan anak-anak usia sekolah untuk bersekolah
dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki agar dapat memberikan andil
untuk membangun desa empirang ujung kedepanya yang lebih baik. Kondisi rill
yang perlu dibenahi di desa tersebut adalah terkait dengan pergaulan sosial dikalangan generasi muda yang berdampak pada
semua aspek kehidupan, oleh sebab itu perlu pembenahan lingkungan sosial agar
anak-anak sekolah dapat belajar, bergaul dan tumbuhkembang dengan baik.
F. Adat
Istiadat
Masyarakat
di desa empirang ujung adalah masyarakat beradat tunduk dan taat pada adat yang
diwariskan dari nenek moyang mereka sejah dahulu meskipun diwarisi secara lisan
dari generasi ke generasi. Adat sebagai pandangan hidup yang mengatur masyarkat
tentang nilai, moral, tata karma, sopan santun harus hidup dalam diri setiap
orang yang tinggal didesa tersebut. Hal ini sesuai dengan semboyan masyarakat
di empirang ujung “ Adat kurang di cari dan adat lebih menyumpah”.
Adapun
lembaga atau pihak berwenang yang mengatur adat di desa tersebut adalah seorang
kepala adat “ Mangku Adat”. Seseorang yang dapat menjadi mangku adat adalah
seseorang yang mengerti tentang adat, mengayomi dan mampu menjadi teladan,
bijaksana serta berpengaruh pada masyarakat. Adapun kriteria khusus seseorang
yang menjadi kepala adat adalah masih keturunan pendiri kampong.
Setiap
masyarakat harus taat dan tunduk pada adat, jika salah satu anggota masyarakat
melanggar adat maka akan dikenakan sangsi oleh lembaga adat tergantung
pelanggaran yang dilakukan adapun hukuman yang diberikan sesuai ketentuan yang
telah berlaku secara turun-temurun tidak dapat dirubah dan diputuskan melalui
pengadilan adat. Penyelesaian segala perkara melalui pengadilan adat tersebut
dapat berupa hukuman berat ( biasanya dengan standar uang real dan babi) dan
hukuman ringan (biasanya diselesaikan dengan upacara Becale’k (upacara dengan mengunakan darah ayam). Adat ditegakan
untuk mengembalikan keseimbangan kosmos yang rusak akibat pelanggaran adat.
G. Kesimpulan
Masyarakat
empirang ujung adalah masyarakat satu kesatuan dalam wilaya kedesaan yang
beradat, dan memiliki ciri dan krakter
yang khas dan berbeda dari masyarakat lainya yang ada di kecamatan batang
tarang meskipun pada umumnya berasal dari suku sub dayak mali.
Masyarakat
empirang ujung mematuhi dan menjunjung tinggi adat sebagai pedaoman dalam
bertingkah laku sehari-hari. Masyarakat empirang ujung juga memiliki konsep
keyakinan yang mengutamakan keseimbangan kosmos artinya keyakinan yang menjaga
keharmonisan multihubungan yakni hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan
roh nenek moyang, manusia dengan alam dan manusia dengan sesame. Oleh sebab itu
masyarakat empirang ujung tidak boleh merusak alam, dengan mengelola alam
sejara arib dan bijaksana dan bertanggung jawab. Karena alam adalah sumber
penghidupan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kampong
empirang ujung, agar keseimbangan kosmos tersebut tetap terpelihara bagi
kelansungan hidup masa depan anak cucu kelak.
Pontianak, 14 januari 2009
Bernadus
Apin
Mahasiswa
STKIP-PGRI Pontianak
Jurusan
Bimbingan konseling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar