"Selamat Datang Di Blog Pro Ecclesia Et Patria"

Sabtu, 14 April 2012

PROFIL DESA EMPIRANG UJUNG BATANG TARANG


A.  Pendahuluan
Desa empirang ujung merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan balai batang tarang, kabupaten sanggau dengan jarak tempuh dari pusat kecamatan 6 kilometer.  Desa empirang ujung terdiri dari lima dusun yaitu dusun empirang, engkio, kumpang, kantut dan keladan. Dengan luas wilayah  ± 105 km dan jumlah penduduk 2.856 jiwa yang tersebar di empat dusun dan 7 RT. Penduduk yang mendiami desa empirang ujung  mayoritas suku dayak yang merupakan suku aslinya. Sedangkan suku-suku lainya merupakan akibat dari perkawinan campuran dengan penduduk setempat, dan agama yang dianut oleh penduduk didesa empirang ujung adalah agama katolik, Kristen protestan dan .masih percaya pada kepercayaan nenek moyang yaitu kharingan.
Wilayah desa empirang ujung yang terbagi lima dusun tersebut memiliki batas-batas wilayah administratif desa sebagai berikut:
a.       Timur                : Desa Senyabang dan Desa Temiang Taba
b.      Barat                 : Desa Padi Kaye
c.       Selatan              : Desa Kebadu
d.      Utara                : Desa Angan Tembawang (Kab. Landak) Dan Kec. Tayan
                           Hulu.
Adapun kondisi alam desa empirang ujung memiliki tanah yang subur dan berbukit-bukit serta hamparan sawah yang luas di sebelah timur dan selatan. Tidaklah heran jika desa empirang ujung memiliki sumber daya alam yang melimpah mampu menopang kehidupan masyarakat desa setempat seperti karet, padi, ubi kayu, durian, sawit, ikan dan bahan mineral. Namun kekayaan alam tersebut belum dikelola dengan maksimal. Hanya beberapa komonditi yang menjadi unggulan seperti padi, karet dan durian, desa empirang ujung terkenal sebagai lumbung padi dikecamatan batang tarang  kabupaten sanggau. Namun komonditas padi yang dikembangkan masih padi local, sehingga aktivitas bertani masyarakat setempat bersifat musiman setahun sekali.
B.  Sejarah Singkat Kampung Empirang Ujung
Pada dahulu sebelum masyarakat tinggal di suatu daerah pinggiran tiga anak sungai yaitu sungai pesa, ompo dan empirang. Mereka adalah sub suku dayak mali merupakan bagian dari dayak bidayuh dengan tampun juah sebagai tempat leluhur pertama orang dayak bidayuh sebelum menyebar di berbagai daerah salah satunya dayak mali. Awalnya mereka tinggal di tembawang Mpasak di daerah benawan karena saat itu terjadi pengayauan(Perang mencari kepala musuh) antar suku dan merasa tidak  aman menetap disana akhirnya mereka pindah menyusuri sungai di daerah Mansa (sekarang menjadi tembawang mansa).
Setelah menetap cukup lama di mansa akhirnya mereka pindah lagi kearah hulu sungai Ompo yang dipimpin oleh kepala suku mereka bernama Macan Ligoh dan menetap tepat di persimpangan dua sungai yaitu sungai Ompo dan Pesa disitulah masyarakat setempat memulai hidup baru dan menatap masa depan sambil menyusun kekuatan untuk melawan Dayak Peruan  dan akhirnya mereka berhasil melawan dayak peruan dengan terbunuhnya panglima dayak peruan dan kepala kayaunya masih tersimpan sampai sekarang oleh keturunan Panglima Macan Liggoh.
Dengan seiring  berjalan waktu mereka tinggal di persimpangan sungai Ompo dan Pesak terjadilah wabah penyakit melanda kampong mereka sehingga banyak warga yang meninggal dunia dalam waktu tersebut yang biasa masyarakat setempat biasa sebut peristiwa tersebut bagaikan “daun berguguran” dan memaksa mereka pindah lagi ke hulu simpang sungai dan menetap di tengah-tengah antara sungai Ompo, Pesak dan Empirang  sampai sekarang.
Adapun pemberian nama kampong tersebut di namakan Kampung Empirang Ujung karena terletak disungai kecil Empirang yang membelah kampong tersebut, sedangkan kata ujung dikarenakan kampong tersebut terletak di ujung kampung  Empirang pokok desa kebadu.
C.  Sistem Kepercayaan
Masyarakat di empirang ujung mayoritas memeluk agama katolik dan Kristen protestan, disamping itu juga masyarakat masih percaya pada kepercayaan asli nenek moyangnya yang mengakui adanya Tuhan yang disebut “Jubata” dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka yakini bersemayam di suatu tempat tertentu seperti pohon-pohon besar disebut “Pedagi” dan di batu-batu besar. Dan sampai saat ini terus dijaga dan dilestarikan kepercayaan tersebut dengan adanya tempat-tempat keramat seperti Pohon Merapa, Manun’k dan Pedagi.
Sehingga mereka harus mengutamakan keseimbangan kosmos dalam kehidupan mereka sehari-hari  menjaga keseimbangan dan keharmonisan multi hubungan yaitu menjaga hubungan dengan Tuhan, alam, nenek moyang dan sesame manusia. Oleh sebab itu masyarakat empirang ujung sebagai salah satu suku dayak tidak boleh merusak dan serakah pada alam, mereka harus tunduk pada kekuasaan dan kekuatan alam. Adapun bentuk ketaatanya mereka harus mengelola alam secara selektif, bijak dan bertanggung jawab.
Pada masyarakat empirang ujung beberapa upacara besar yang dianggap religius diantaranya; gawai padi “Mpara Pade” (sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan “Jubata” atas hasil panen padi yang diperoleh), Notong’k (upacara menghapus dosa pengayau dan member makan kepala manusia hasil kayau/ kepala kayau, upacara Ganjur (upacara bayar niat/bernazar misalnya sembuh dari sakit atau mendapatkan suatu rejeki), Becalek (upacara untuk membuang sial) dan Bedukun (upacara menyembuhkan penyakit yang di derita oleh seseorang).
D.  Mata Pencarian
Mata pencarian atau sember penghidupan yang paling utama masyarakat desa empirang ujung yaitu bertani, berkebun sayur-mayur, sawit (masih terbatas), karet, beternak, dan memelihara ikan dikolam-kolam. Mayoritas masyarakat setempat bertani dan menorah karet. Adapun system bertani mereka masih secara tradisional dengan cara tebang tebas lalu dibakar dan ditanam padi dan sayur-sayuran untuk mecukupi kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa sector yang belum maksimal dikembangkan dan sangat potensial apalagi jika ditinjau dari letak strategis kampung tersebut dikelilingi oleh tiga sungai dan masing-masing memiliki bendungan yang cukup besar namun belum dikelola maksimal sehingga belum berdampak bagi kesejahteraan masyarakat dengan bertambahnya pendapatan keluarga. Adapun sector yang baru saat ini mulai dikembangkan oleh masyarakat setempat yaitu berternak sapi dan kambing serta memelihara ikan dikolam-kolam milik masing-masing.
E.   Sistem Pengetahuan
Pada umumnya suku dayak zaman dahulu tidak mengenal tulisan, oleh sebab itu tradisi lisan yang mereka wariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dari nenek moyang. Salah satu ciri tradisi lisan yang sering dijumpai adalah penyampaian informasi dan komunikasi secara lisan dari mulut ke mulut, demikian juga halnya sistim perwarisan adat istiadat, tata karma nilai, dan norma yang mengatur kehidupan diwarisi secara lisan.
Adapun syarat utama bagi masyarakat yang memiliki tradisi lisan, mereka harus memiliki daya ingat yang baik. Misalnya  melatih, mengajari dan membina seseorang menjadi dukun adalah dengan cara menghapal kata-kata kalimat  mantra-mantra yang diucapkan gurunya. Demikian juga sistim nilai dan norma dan adat istiadat mereka wariskan secara lisan, tanda-tanda alam juga mereka wariskan dan pelajari secara lisan misalnya tanda sial dan tanda keberuntungan semuanya mereka dapat pelajari melalui suara dan karakteristik binatang dan tumbuhan, posisi bulan dan bintan dilangit, keadaan tanah, warna daun dan mimpi.
Tidak hanya pengetahuan itu saja yang mampu mereka kuasai namun masyarakat setempat juga  dapat membedakan tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran serta buah-buahan yang dapat dijadikan dan digunakan untuk bumbu, obat tradisional dan senjata serta tumbuhan  yang tidak dapat di konsumsi dan mengandung racun.
Pengetahuan  tradisi lisan tersebut masih diwariskan dan dipertahankan  oleh masyarakat empirang ujung hinga saat ini terutama dalam hal aktivitas berladang dan bersawah banyak hal-hal yang harus diperhatikan sebelum membuat ladang, membangun rumah, acara syukuran dan hari pernikahan dengan mencari waktu yang tepat agar mendapatkan keberuntungan dengan memperhatikan tanda-tanda alam sekitar.
Saat ini pada umumnya masyarakat di desa empirang ujung telah mendapatkan pendidikan baik formal dan nonformal hal ini ditandai cukup banyak yang telah selsai  sarjana, namun bukan berarti tidak ada angka putus sekolah saat ini tingkat putus sekolah mulai dari tingkat SD, SMP dan tidak melanjutkan SMA cukup besar. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama oleh semua komponen masyarakat terutama pemerintah kabupaten sanggau, dan khususnya pemerintah desa dan masyarakat empirang ujung sendiri. Kiranya perlu membangun kesadaran pada orang tua, pemuda dan anak-anak usia sekolah untuk bersekolah dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki agar dapat memberikan andil untuk membangun desa empirang ujung kedepanya yang lebih baik. Kondisi rill yang perlu dibenahi di desa tersebut adalah terkait dengan pergaulan sosial  dikalangan generasi muda yang berdampak pada semua aspek kehidupan, oleh sebab itu perlu pembenahan lingkungan sosial agar anak-anak sekolah dapat belajar, bergaul dan tumbuhkembang dengan baik.
F.   Adat Istiadat
Masyarakat di desa empirang ujung adalah masyarakat beradat tunduk dan taat pada adat yang diwariskan dari nenek moyang mereka sejah dahulu meskipun diwarisi secara lisan dari generasi ke generasi. Adat sebagai pandangan hidup yang mengatur masyarkat tentang nilai, moral, tata karma, sopan santun harus hidup dalam diri setiap orang yang tinggal didesa tersebut. Hal ini sesuai dengan semboyan masyarakat di empirang ujung “ Adat kurang di cari dan adat lebih menyumpah”.
Adapun lembaga atau pihak berwenang yang mengatur adat di desa tersebut adalah seorang kepala adat “ Mangku Adat”. Seseorang yang dapat menjadi mangku adat adalah seseorang yang mengerti tentang adat, mengayomi dan mampu menjadi teladan, bijaksana serta berpengaruh pada masyarakat. Adapun kriteria khusus seseorang yang menjadi kepala adat adalah masih keturunan pendiri kampong.
Setiap masyarakat harus taat dan tunduk pada adat, jika salah satu anggota masyarakat melanggar adat maka akan dikenakan sangsi oleh lembaga adat tergantung pelanggaran yang dilakukan adapun hukuman yang diberikan sesuai ketentuan yang telah berlaku secara turun-temurun tidak dapat dirubah dan diputuskan melalui pengadilan adat. Penyelesaian segala perkara melalui pengadilan adat tersebut dapat berupa hukuman berat ( biasanya dengan standar uang real dan babi) dan hukuman ringan (biasanya diselesaikan dengan upacara Becale’k (upacara dengan mengunakan darah ayam). Adat ditegakan untuk mengembalikan keseimbangan kosmos yang rusak akibat pelanggaran adat.
G.  Kesimpulan
Masyarakat empirang ujung adalah masyarakat satu kesatuan dalam wilaya kedesaan yang beradat, dan memiliki ciri  dan krakter yang khas dan berbeda dari masyarakat lainya yang ada di kecamatan batang tarang meskipun pada umumnya berasal dari suku sub dayak mali.
Masyarakat empirang ujung mematuhi dan menjunjung tinggi adat sebagai pedaoman dalam bertingkah laku sehari-hari. Masyarakat empirang ujung juga memiliki konsep keyakinan yang mengutamakan keseimbangan kosmos artinya keyakinan yang menjaga keharmonisan multihubungan yakni hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan roh nenek moyang, manusia dengan alam dan manusia dengan sesame. Oleh sebab itu masyarakat empirang ujung tidak boleh merusak alam, dengan mengelola alam sejara arib dan bijaksana dan bertanggung jawab. Karena alam adalah sumber penghidupan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kampong empirang ujung, agar keseimbangan kosmos tersebut tetap terpelihara bagi kelansungan hidup masa depan anak cucu kelak.


                      Pontianak, 14 januari 2009


Bernadus Apin
Mahasiswa STKIP-PGRI Pontianak
Jurusan Bimbingan konseling



Tidak ada komentar:

Posting Komentar