"Selamat Datang Di Blog Pro Ecclesia Et Patria"

Jumat, 24 Februari 2012

Degradasi Eksistensi dan Idealisme Golongan Terpelajar/ Mahasiswa


                                                                       oleh : Bernadus Apin

Mahasiswa merupakan pencapaian tertinggi bagi individu yang sedang mengais ilmu pengetahuan. Sejarah membuktikan bahwa golongan terpelajar ini memiliki peranan penting dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Mulai dari peristiwa proklamasi kemerdekaan, TRITURA tahun 1966, delapan tahun kemudian ada MALARI  hingga yang paling melekat di ingatan kita semua adalah reformasi 1998. Oleh sebab itu, mahasiswa selalu menjadi motor penggerak perubahan dalam sebuah peradaban. Dinamika pergerakan mahasiswa hingga saat ini masih terus bergulir. Namun berdasarkan jajak pendapat yang baru-baru ini dilaksanakan oleh salah satu surat kabar dalam negeri, kepedulian dan eksistensi mahasiswa terhadap isu-isu yang terjadi di sekitarnya mengalami degradasi yang cukup signifikan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut.
Yang pertama adalah kondisi masyarakat yang sudah jauh berbeda dengan kondisi di masa lampau. Ada pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat yang menyebabkan perbedaan tersebut. Demonstrasi sudah tidak lagi mendapat respek dari masyarakat karena dianggap sebagai tunggangan politik beberapa elit tertentu. Pergerakan mahasiswa yang dianggap murni tanpa disadari ternyata ada kepentingan lain di belakangnya. Demokrasi titipan, begitu stigma masyarakat terhadap gerakan mahasiswa saat ini. Sedangkan apabila demonstrasi dilaksanakan murni aspirasi rakyat dan untuk kepentingan mereka, maka banyak orang akan beranggapan “Apa sih yang mereka dapatkan dari unjuk rasa? Udah panas, tambah bikin macet jalanan ”
Perkembangan budaya hedonisme dan konsumerisme barat juga mulai menggerus budaya kritis mahasiswa yang biasanya menghasilkan idealisme-idealisme cemerlang. Mahasiswa lebih sibuk melakukan internalisasi diri dibandingkan melakukan kajian mengenai isu-isu yang menyangkut kemaslahatan orang banyak. Arah pergerakan sudah tidak lagi tentang bagaimana memperjuangkan kepentingan orang banyak, melainkan keuntungan apa yang dapat mereka peroleh dari situasi tertentu. Hal ini tentu saja menurunkan daya pikir mahasiswa untuk menyerukan idealisme-idealisme mereka yang terkenal kritis karena berani melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat. Padahal idealisme untuk mempertanyakan benar atau salah itulah yang harus dijaga dalam pengawalan proses demokrasi di Indonesia.
Berikutnya adalah tidak adanya strategi yang jelas dalam gerakan mahasiswa itu sendiri. Padahal hal tersebut sangat penting untuk menentukan arah pergerakan. Dibutuhkan perhitungan-perhitungan yang taktis dan matang untuk mengiringi idealisme-idealisme para intelektual muda ini. Terlebih sudah bukan saatnya pergerakan mahasiswa bergantung pada momentum yang sedang memanas karena hal itu hanya akan membawa gerakan mahasiswa cenderung statis. Akibatnya, pergerakan menjadi mudah sekali dibaca, dikendalikan dan akhirnya dimanfaatkan oleh golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Faktor kaderisasi juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam pergerakan mahasiswa. Sistem kaderisasi yang baik akan menciptakan bibit-bibit yang unggul. Sayangnya, sistem kaderisasi sekarang secara tidak langsung hanya menjadi tradisi yang dilakukan secara rutin tanpa perlu tahu esensi utamanya, tidak lebih. Sistem kaderisasi turun temurun begitu saja, padahal zaman berubah, masalah-masalah di Indonesia juga berubah dan berkembang. Dengan sistem seperti itu, tidak akan membentuk karakter mahasiswa yang mampu menjadi solusi masyarakat, solusi lingkungan meupun solusi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia.
Detik ini, ada sebuah tuntutan yang harus digulirkan kepada gerakan mahasiswa itu sendiri. Mengenai bagaimana mengembalikan ruh, dalam hal ini idealisme, kepada para mahasiswa agar kembali terjun dalam ranah pergerakan yang lebih sistematis, kritis dan independen.
Penulis pribadi berpendapat bahwa sebenarnya pergerakan mahasiswa hingga saat ini masih bergulir. Namun tentu saja pergerakan tersebut dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman. Dialog dan audiensi dengan pihak-pihak terkait bisa menjadi jalan tengah dalam pergerakan mahasiswa di masa sekarang. Demonstrasi tetap perlu dilakukan jika memang sudah tidak ada cara lain yang bisa ditempuh untuk menanggulangi suatu permasalahan negara. Namun perlu diingat bahwa sebagai golongan terpelajar, aksi ini harus dilakukan dengan rasional dan bijaksana. Rasional dalam artian bahwa memang sudah ada kajian khusus tentang permasalahan tersebut dan ada solusi yang ingin dicapai untuk menyelesaikanya. Bijaksana berarti tidak ada tindakan anarkis dalam demonstrasi itu sendiri, terlebih mengingat bahasa kekerasan tidak pernah diajarkan dalam dunia akademik.
Para pemuda juga perlu merenungkan kembali tanggung jawab moral dalam menyandang gelar mahasiswa. Tanggung jawab sebagai intelektual untuk menganalisa permasalahan yang ada serta memberikan solusi terbaik dalam penyelesaianya mengingat eksistensi pergerakan mahasiswa di jaman seperti sekarang sangat bergantung pada hal tersebut. Tanpa adanya beban moral kepada siapapun, idealisme mahasiswa adalah senjata utama dalam melakukan gerakan. Selain itu, perlu diingat bahwa pergerakan tidak bisa hanya dilakukan secara temporal saja melainkan harus secara terus-menerus dan dinamis agar tidak mudah dibaca dan dimanfaatkan oleh elit politik manapun.
Pada akhirnya, kaderisasi lah yang memegang peran penting agar pergerakan dapat berjalan secara kontinu. Bagaimana kaderisaasi tersebut dapat menciptakan bibit-bibit unggul dalam ranah pergerakan bukanlah suatu hal yang mudah. Bukan hanya sekedar ritual, melainkan juga penyampaian nilai-nilai serta idealisme yang akan mahasiswa usung dalam pergerakanya.
Dalam sejarahnya, pergerakan mahasiswa memiliki tujuan dan ciri khas masing-masing tergantung dari masanya. Sehingga publik perlu mencatat bahwa setiap jaman akan menghasilkan generasi yang berbeda-beda. Namun nilai utama yang dibawa dalam pergerakan akan tetap sama, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi, dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi”. Soe Hok Gie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar