Teori kepemimpinan membicarakan
bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang
pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan secara umum adalah sebagai
berikut: menurut Wursanto (2004:197) mengatakan bahwa:
“Ada enam teori kepemimpinan, yaitu teori
kelebihan, teori sifat, teori keturunan, teori kharismatik, teori bakat, dan
teori social”. Sedangkan menurut Miftah Thoha mengelompokan teori kepemimpinan
kedalam :” teori sifat, teori kelompok, teori situasional, model kepemimpinan
kontijensi, dan teori jalan tujuan (path-goal
theory)”.
Untuk lebih rinci akan di jelaskan satu
persatu tentang teori diatas yaitu:
a.
Teori Kelebihan
Menurut Wursanto (2003:197-198)
mengatakan bahwa :
Teori kelebihan beranggapan
bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari pada
pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seseorang
pemimpin mencakup tiga hal, Pertama: kelebihan ratio, ialah
kelebihan mengunakan pikiran, kelebihan dalam pengetahuan tentang hakikat
tujuan arti organisasi, dan kelebihan dalam memiliki pengetahuan tentang
cara-cara mengerakan organisasi, serta dalam pengambilan keputusan yang cepat
dan tepat, Kedua: kelebihan rohaniah, bearti seorang pemimpin harus mampu
menunjukan budi pekertinya kepada bawahan, seseorang pemimpin harus memiliki
moral yang tinggi karena pada dasarnya pemimpin merupakan panutan para
pengikutnya baik tindakan, perbuatan, sikap, dan ucapan hendaknya menjadi
teladan bagi pengikutnya. Ketiga: kelebihan badaniah,
seseorang pemimpin memiliki kesehataniah yang lebih pengikutnya, sehingga
memungkinkanya untuk bertindak dengan cepat, akan tetapi badaniah bukan
merupakan factor pokok.
Bedasarkan teori kelebihan diatas
dapat di simpulkan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin harus memiliki
sifat-sifat yang lebih dari para pengikutnya agar mampu menjadi panutan dan
teladan baik secara kelebuhan ratio, kelebihan rohaniah, dan kelebihan
badaniah.
b.
Teori Sifat
Teori ini menyatakan bahwa seseorang
yang dapat menjadi pemimpin yang baik, apabila memiliki sifat-sifat yang lebih
dari pada orang-orang yang dipimpinya, jika kita lihat pada dasarnya sama
dengan teori kelebihan. Seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat
positif, misalnya:, adil, suka melindungi, penuh percaya diri, mempunyai daya
tarik, energik, persuasif komunikatif dan kreatif. (Wursanto,2003:198).
Menurut pendapat hasil penelitian
Keith Devis. (dalam Miftah Thoha, 2003:32-33) menyebutkan ada empat sifat umum
yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu:
1)
Kecerdasan , hasil penelitian pada
umumnya membuktikan bahwa kepemimpinan mempunyai tingkat kecerdasan lebih
tinggi di bandingkan dengan yang dipimpin. Namun pemimpin tidak bias melampaui
terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
2)
Kedewasaan dan keluwesan hubungan
social, para pemimpin cendrung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil,
serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas social dan
mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
3)
Motivasi dan dorongan berprestasi, para
pemimpin secara relative mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk
berprestasi, dan berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsic dibandingkan
dari yang ekstrinsik.
4)
Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para
pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya
dan mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian universitas Ohio
pemimpin itu mempunyai perhatian dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan,
pemimpin itu berorientasi pada produksi.
Bedasarkan beberapa pendapat
diatas tentang teori sifat maka dapat di simpulkan bahwa menjadi seseorang
pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang baik atau semua sifat yang baik harus
ada pada pemimpin agar dapat menjadi teladani oleh orang-orang yang dipimpin
dan masyarakat luas.
c.
Teori Keturunan
Menurut Wursanto (2003:199)
mengatakan bahwa: “yang menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan atau
warisan, karena orang tuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi
pemimpin mengantikan orang tuanya, seolah-olah seseorang menjadi pemimpin
karena ditakdirkan”
d.
Teori Kharismatik
Menurut
Wursanto (2003:199) mengatakan bahwa:
Menyatakan bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai karisma (pengaruh) yang sangat
besar. Karisma itu di peroleh dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini ada
suatu kepercayaan masyarakat bahwa orang itu adalah pancaran zat tunggal,
sehingga diangap mempunyai kekuatan gaib (supranatural/power). Pemimpin yang
bertife kharismatik biasanya memiliki daya tarik kewibawaan da pengaruh yang
sangat besar.
e.
Teori Bakat
Menurut
teori ekologis, menyatakan bahwa: “pemimpin itu lahir
karena
bakatnya”. Hal ini harus di kembangkan secara terus-menerus, misalnya dengan
memberikan kesempatan kepada orang tersebut menduduki suatu jawabatan
(Wursanto, 2003:200).
f.
Teori Sosial
Menurut Wursanto (2003:200)
mengatakan bahwa: “Pada dasaranya setiap orang dapat menjadi pemimpin”. Setiap
orang mempunyai bakat menjadi pemimpin asal dia diberikan kesempatan. Setiap
orang dapat didik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat di
pelajari, baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman praktek.
g. Teori
Kelompok
Menurut Miftah Thoha (2003:34)
mengatakan bahwa: “supaya kelompok dapat mencapai tujuan-tujuanya, maka harus
terdapat suatu pertukaran positif diantara pemimpin dan pengikutnya”. Teori kelompok ini di dasar perkembangan pada
psikologi sosial”.
h. Teori
Situasional
Menurut Miftah Thoha (2003:37-38)
mengatakan bahwa: “Variabel situasional mempunyai pengaruh terhadap peranan
kepemimpinan, kecakapan perilakunya termasuk pelaksanaan kerja dan keputusan
para pengikutnya. Beberapa variable situasional di identifikasikan, tetapi
tidak semua ditarik oleh situasional
ini”.
i.
Model Kepemimpinan Kontijensi
Menurut Miftah Thoha (2003:37-38)
mengungkapkan bahwa:
Model teori ini berisi tentang hubungan
antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam hubunganya
dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini: (1) Hubungan Pimpinan anggota.
Variable ini sebagai hal yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang
menyenangkan; (2) derajat dari struktur
tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam menciptakan situasi yang
menyampaikan; (3) posisi kekuasaan pemimpin yang di capai lewat otoritas formal
dimensi ini merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang
menyenangkan.
j.
Teori Jalan Tujuan (Path-Goal Theory)
Teori ini mula-mula di kembangkan
oleh geogepoulos dan kawan-kawan di Universitas Michgan. Selanjutnya teori ini
di kembangkan oleh Martin Evans dan Robbet House. Secara pokok teori ini
digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan perilaku pemimpin terhadap
motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua factor situasional
yang telah di indentifikasaikan, yaitu sifat personal bawahan, dan tekanan
lingkungan dan tuntutan-tuntutan yang di hadapi oleh para bawahan. Untuk
situasi pertama: teori path-goal
memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bias diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perlakuan tersebut merupakan sumber yang segera
memberikan kepuasan atau sebagai instrument bagi kepuasan massa depan. Faktor
situasional kedua: path-goal,
menyatakan bahwa: Perilaku pemimpin akan bias menjadi faktor motivasi terhadap
bawahan jika;
1)
Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan
bawahan
sehingga memungkinkan tercapainya
efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
1)
Perilaku tersebut merupakan komplimen
dari lingkungan para bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan dan
penghargaan yang di perlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar