"Selamat Datang Di Blog Pro Ecclesia Et Patria"

Jumat, 24 Februari 2012

Teori Kepemimpinan



                 Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan secara umum adalah sebagai berikut: menurut Wursanto (2004:197) mengatakan bahwa:
 “Ada enam teori kepemimpinan, yaitu teori kelebihan, teori sifat, teori keturunan, teori kharismatik, teori bakat, dan teori social”. Sedangkan menurut Miftah Thoha mengelompokan teori kepemimpinan kedalam :” teori sifat, teori kelompok, teori situasional, model kepemimpinan kontijensi, dan teori jalan tujuan (path-goal theory)”.

   Untuk lebih rinci akan di jelaskan satu persatu tentang teori diatas yaitu:
a.    Teori Kelebihan
            Menurut Wursanto (2003:197-198) mengatakan bahwa :
Teori kelebihan beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari pada pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seseorang pemimpin mencakup tiga hal, Pertama: kelebihan ratio, ialah kelebihan mengunakan pikiran, kelebihan dalam pengetahuan tentang hakikat tujuan arti organisasi, dan kelebihan dalam memiliki pengetahuan tentang cara-cara mengerakan organisasi, serta dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, Kedua: kelebihan rohaniah, bearti seorang pemimpin harus mampu menunjukan budi pekertinya kepada bawahan, seseorang pemimpin harus memiliki moral yang tinggi karena pada dasarnya pemimpin merupakan panutan para pengikutnya baik tindakan, perbuatan, sikap, dan ucapan hendaknya menjadi teladan bagi pengikutnya. Ketiga: kelebihan badaniah, seseorang pemimpin memiliki kesehataniah yang lebih pengikutnya, sehingga memungkinkanya untuk bertindak dengan cepat, akan tetapi badaniah bukan merupakan factor pokok.

            Bedasarkan teori kelebihan diatas dapat di simpulkan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang lebih dari para pengikutnya agar mampu menjadi panutan dan teladan baik secara kelebuhan ratio, kelebihan rohaniah, dan kelebihan badaniah.     


b.   Teori Sifat
            Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang dapat menjadi pemimpin yang baik, apabila memiliki sifat-sifat yang lebih dari pada orang-orang yang dipimpinya, jika kita lihat pada dasarnya sama dengan teori kelebihan. Seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat positif, misalnya:, adil, suka melindungi, penuh percaya diri, mempunyai daya tarik, energik, persuasif komunikatif dan kreatif. (Wursanto,2003:198).
              Menurut pendapat hasil penelitian Keith Devis. (dalam Miftah Thoha, 2003:32-33) menyebutkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu:
1)      Kecerdasan , hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa kepemimpinan mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi di bandingkan dengan yang dipimpin. Namun pemimpin tidak bias melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
2)      Kedewasaan dan keluwesan hubungan social, para pemimpin cendrung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas social dan mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
3)      Motivasi dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relative mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi, dan berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsic dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4)      Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian universitas Ohio pemimpin itu mempunyai perhatian dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada produksi.

               Bedasarkan beberapa pendapat diatas tentang teori sifat maka dapat di simpulkan bahwa menjadi seseorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang baik atau semua sifat yang baik harus ada pada pemimpin agar dapat menjadi teladani oleh orang-orang yang dipimpin dan masyarakat luas.
c.     Teori Keturunan
               Menurut Wursanto (2003:199) mengatakan bahwa: “yang menyatakan bahwa seseorang dapat  menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan, karena orang tuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin mengantikan orang tuanya, seolah-olah seseorang menjadi pemimpin karena ditakdirkan”
d.   Teori Kharismatik
     Menurut Wursanto (2003:199) mengatakan bahwa:
Menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai karisma (pengaruh) yang sangat besar. Karisma itu di peroleh dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini ada suatu kepercayaan masyarakat bahwa orang itu adalah pancaran zat tunggal, sehingga diangap mempunyai kekuatan gaib (supranatural/power). Pemimpin yang bertife kharismatik biasanya memiliki daya tarik kewibawaan da pengaruh yang sangat besar.

e.    Teori Bakat
Menurut teori ekologis, menyatakan bahwa: “pemimpin itu lahir
karena bakatnya”. Hal ini harus di kembangkan secara terus-menerus, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada orang tersebut menduduki suatu jawabatan (Wursanto, 2003:200).
f.    Teori Sosial
                 Menurut Wursanto (2003:200) mengatakan bahwa: “Pada dasaranya setiap orang dapat menjadi pemimpin”. Setiap orang mempunyai bakat menjadi pemimpin asal dia diberikan kesempatan. Setiap orang dapat didik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat di pelajari, baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman praktek.
g.      Teori Kelompok
               Menurut Miftah Thoha (2003:34) mengatakan bahwa: “supaya kelompok dapat mencapai tujuan-tujuanya, maka harus terdapat suatu pertukaran positif diantara pemimpin dan pengikutnya”.  Teori kelompok ini di dasar perkembangan pada psikologi sosial”.
h.      Teori Situasional
               Menurut Miftah Thoha (2003:37-38) mengatakan bahwa: “Variabel situasional mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan perilakunya termasuk pelaksanaan kerja dan keputusan para pengikutnya. Beberapa variable situasional di identifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh situasional  ini”.
i.        Model Kepemimpinan Kontijensi
         Menurut Miftah Thoha (2003:37-38) mengungkapkan bahwa:
Model teori ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam hubunganya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini: (1) Hubungan Pimpinan anggota. Variable ini sebagai hal yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang menyenangkan;  (2) derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam menciptakan situasi yang menyampaikan; (3) posisi kekuasaan pemimpin yang di capai lewat otoritas formal dimensi ini merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.

j.     Teori Jalan Tujuan (Path-Goal Theory)
               Teori ini mula-mula di kembangkan oleh geogepoulos dan kawan-kawan di Universitas Michgan. Selanjutnya teori ini di kembangkan oleh Martin Evans dan Robbet House. Secara pokok teori ini digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua factor situasional yang telah di indentifikasaikan, yaitu sifat personal bawahan, dan tekanan lingkungan dan tuntutan-tuntutan yang di hadapi oleh para bawahan. Untuk situasi pertama: teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bias diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perlakuan tersebut merupakan sumber yang segera memberikan kepuasan atau sebagai instrument bagi kepuasan massa depan. Faktor situasional kedua: path-goal, menyatakan bahwa: Perilaku pemimpin akan bias menjadi faktor motivasi terhadap bawahan jika;
1)   Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahan
            sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
1)      Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan dan penghargaan yang di perlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar