Oleh : Bernadus
Apin
8 Agustus
2011
“Letih takkan pernah sanggup meruntuhkan gelora
jiwa muda yang memiliki asa mengangkasa. Peluh takkan pernah menjadi sandungan
saat cita muda terus melengking membelah langit. Ragu takkan pernah hadir saat
tekad muda berkoar lantang menamparnya.”
Romantisme Perjuangan Mahasiswa
Indonesia Perjalanan panjang terus terukir indah mengawal catatan indah para
pejuang kesempurnaan dan keadilan. Mahasiswa merupakan sebuah simbol
anti-kemapanan yang terus menjadi onak dan duri bagi penguasa tiran dan setan
ketidakadilan. Dengan ciri khas perjuangan yang sedikit naif, mahasiswa rela
menjadikan tubuh mudanya sebagai garda depan pengusung perubahan yang selalu
saja meminta tumbal.“Gelora pemuda adalah romantisme perjuangan. Dalam kancah
kehidupannya, figur seorang pemuda ingin menunjukkan jati dirinya sebagai
manusia yang memiliki sejuta arti dengan memikul tanggung jawab cukup berat. Ia
berusaha memunculkan diri sebagai seorang manusia yang memiliki kekuatan yang
tinggi sehingga aura jiwa mudanya benar-benar memancar.” (Hasan Albana).
Sejarah takkan pernah diam untuk terus mengelu-elukan dinamika kejayaan-keterpurukan sebuah bangsa dan sejarah juga takkan pernah lupa untuk menempatkan peran pemuda atau mahasiswa sebagai pemimpin perubahan menyambut kejayaan. Karakteristik sejarah seperti inilah yang patut kita jadikan referensi untuk mencari solusi bagi permasalahan suatu bangsa, seperti dalam sebuah ungkapan yang cukup terkenal, “Sejarah akan selalu berulang.
Sejarah takkan pernah diam untuk terus mengelu-elukan dinamika kejayaan-keterpurukan sebuah bangsa dan sejarah juga takkan pernah lupa untuk menempatkan peran pemuda atau mahasiswa sebagai pemimpin perubahan menyambut kejayaan. Karakteristik sejarah seperti inilah yang patut kita jadikan referensi untuk mencari solusi bagi permasalahan suatu bangsa, seperti dalam sebuah ungkapan yang cukup terkenal, “Sejarah akan selalu berulang.
Pada awal abad XX, pergerakkan
merebut kemerdekaan Indonesia telah memasuki era moderat yang mengedepankan
fungsi-fungsi intelektual kaum muda setelah sebelumnya selalu kandas dengan
metode radikal atau revolusi fisik. Manuver perjuangan bangsa ini tentunya
dimotori oleh mahasiswa yang membuat sebuah perkumpulan, yaitu Perhimpunan
Indonesia. Beberapa dasawarsa kemudian menjamurlah berbagai organisasi
kepemudaan yang akhirnya pada tahun 1928 kesadaran untuk bersatu mencapai
klimaks-nya dan lahirlah Sumpah Pemuda. Pada detik-detik kemerdekaan, lagi-lagi
mahasiswa menunjukkan kepemimpinannya dengan peristiwa Rengasdengklok.
Pergerakkan mahasiswa juga berhasil menumbangkan dua rezim yang dinilai telah
melenceng dari amanah rakyat, meskipun harus dibayar dengan beberapa nyawa yang
tersungkur di haribaan merah-putih. Perjalanan inilah yang seharusnya menjadi
spirit historis mahasiswa dalam memantapkan langkahnya sebagai pengusung
kejayan bangsa. Terlebih sejarah seperti ini juga menjadi saksi perjuangan
mahasiswa di negara-negara lain.
Realita
Mahasiswa Saat Ini
Paradigma yang saat ini lebih dominan beredar di mahasiswa Indonesia sebagai insan akademik adalah “Lulus cepat, langsung kerja.” Sehingga yang sering terjadi adalah penanggalan peran penting mahasiswa sebagai pengabdi masyarakat, seperti yang dituangkan dalam Tridharma Perguruan Tinggi. Paradigma ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi dan pendidikan Indonesia yang sedang terpuruk.Orientasi mahasiswa saat ini lebih pragmatis ketimbang idealis ditambah lagi budaya individualis yang terus mengakar dan merasuk dalam kepribadiannya. Konsekuensi logis dari kentalnya orientasi ini adalah terpolanya perilaku-perilaku oportunistis yang negatif. Mahasiswa saat ini masih berpikir, “Bagaimana cara yang instan untuk mendapatkan nilai yang baik?” Pemikiran seperti demikian telak sekali adaptasi dari hukum ekonomi klasik, “Dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.” Akhirnya jalan-jalan culas pun dihalalkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal bagi kepentingan pribadi. Ironinya ketika kita melihat seorang aktivis pembela mahasiswa dan rakyat kecil dari jeratan koruptor yang setelah melakukan aksi, mereka mencontek saat ujian. Inilah sebuah fenomena yang disebut-sebut sebagai bibit-bibit koruptor.
Fenomena lain adalah polarisasi antara
kegiatan akademik dan organisasi. Jarang sekali ada mahasiswa yang dapat
menjalankan dua kegiatan ini dengan baik. Mahasiswa yang memiliki pilihan
ekstrim terhadap kegiatan akademik (study oriented) kurang bisa memberikan
kontribusi riil kepada masyarakatnya. Dalam menjalani kehidupan pasca-kampus,
seorang mahasiswa yang study oriented kurang memiliki kecakapan untuk dapat
bekerja secara tim, sehingga saat ini banyak perusahaan yang memiliki
persyaratan khusus mengenai riwayat organisasi. Dalam titik ekstrim yang lain,
mahasiswa yang organization oriented juga memiliki permasalahan krusial. Dengan
fokus yang sangat berlebihan terhadap kehidupan berorganisasinya, mahasiswa
tipe organization oriented ini tidak memiliki prestasi akademik yang baik, atau
dalam sebuah guyonan sering dikatakan ‘nasakom’ (nasib IPK satu koma…).
Peran Mahasiswa Sebagai Pemimpin Strategis
Masa Kini dan Masa DepanSalah satu inti dari pemimpin adalah pengaruh.
Mahasiswa yang memiliki sebuah status elegan dalam struktur masyarakat memiliki
pengaruh yang sangat strategis. Sebagai middle class, mahasiswa merupakan
elemen penting pengontrol kebijakan pemerintahan. Selain itu, mahasiswa
merupakan pengabdi masyarakat yang diamanahkan sebagai pembina bangsa melalui
aplikasi ilmu yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat,
khususnya rakyat kecil.
Pola perjuangan mahasiswa dapat
dibagi menjadi dua domain yang selalu beririsan, yaitu struktural dan kultural.
Pola struktural dalam perjuangan mahasiswa merupakan sebuah domain yang
berkarakter politis dan memiliki prioritas masa kini. Hal ini meliputi
pengkritisan kebijakan pemerintah atau kalangan birokrat, penyaluran aspirasi
rakyat kecil kepada wakil rakyat, serta pengawal garda terdepan dari
kepentingan-kepentingan rakyat terhadap struktur pemerintahan. Sedangkan secara
kultural, polanya berkarakter pembina serta memiliki visi masa depan sebagai
investasi pembangunan. Mahasiswa memiliki arti penting dalam membentuk sebuah
tatanan masyarakat yang ideal. Hal ini meliputi pembinaan langsung ke dalam
masyarakat, penyebar nilai-nilai moral kebangsaan, serta perawat identitas
bangsa sebagai sebuah nilai kultural yang konstruktif bagi kejayaan Indonesia.
Pandangan visioner di atas tidak
terlepas dari langkah konkrit yang harus ditempuh mahasiswa dalam mengasah
kepemimpinannya untuk terjun dalam realita keterpurukan bangsa ini. Mahasiswa
harus memilih jalan sebagai pembuat solusi ketimbang masalah. Kampus sebagai
habitat mahasiswa harus menjadi laboratorium kepemimpinan, membentuk kepribadian
yang mengintegrasikan potensi intelektual, fisikal, dan spiritual.
Dispolarisasi antara akademik dan organisasi harus diwujudkan sebagai langkah
strategis. Penguasaan keilmuan harus menjadi pedoman mahasiswa dalam
mengorganisasikan pergerakannya. Menciptakan organisasi yang profesional juga
harus menjadi pedoman mahasiswa dalam membina kepemimpinan mahasiswa satu sama
lain. Akhirnya, dimanapun berada mahasiswa harusnya menciptakan sinergisitas
dengan semua elemen masyarakat yang ada di atasnya maupun di bawah mereka agar
benar-benar menjadi pemimpin yang strategis pada masa kini, terutama masa
depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar